REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pemerintah terus mendorong pemanfaatan energi baru dan terbarukan (EBT) sampai 20 persen dari pembangkit listrik yang ada karena energi fosil suatu saat akan habis.
"Saat ini dari 57 ribu megawatt produksi listrik baru 6 sampai 7 persen yang berasal dari energi baru dan terbarukan. Kita akan dorong lebih banyak sampai 20 persen karena potensinya cukup besar yaitu 350 ribu megawatt,," kata Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral Sudirman Said di Surabaya, Kamis (31/3).
Ia mengungkapkan, ke depan pembangkit listrik EBT misalnya tenaga surya akan dikembangkan dengan skala besar sampai 5.000 megawatt (mw) sehingga akan menarik investasi asing dan menjadi jaminan keberadaannya akan terus dipelihara dibanding skala yang lebih kecil. "Dulu proyek pembangkit EBT hanya dibuat sebagai pilot projek yang dibuat tapi tidak dioperasikan," ujarnya.
Terkait kesiapan sumber daya pengelola, Sudirman mengatakan, dimana pembangkit EBT dibangun maka dibuat pelatihan dengan menggandeng universitas setempat agar lulusannya bisa menjadi tenaga kerja di pengelolaan EBT. "Saya minta dukungan Pemda agar pengembangan EBT lebih cepat karena sekarang era otonomi daerah, dimana Kementerian ESDM tidak punya tangan sampai ke daerah," katanya.
Ia mencontohkan, Norwegia yang mampu mengekspor energi fosil tetapi semua pembangkitnya menggunakan energi terbarukan. "Sejumlah negara juga menyisihkan hasil penjualan energi fosil untuk pengembangan energi baru dan terbarukan, Indonesia akan mulai melalui Dana Ketahanan Energi (DKE)," katanya.
Dia mengungkapkan, kebutuhan DKE sekitar Rp 260 triliun yang akan digunakan untuk reformasi energi termasuk subsidi bagi pembangkit dengan EBT dan pengembangan listrik di pulau terpencil.