REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pejabat sementara (Pjs) Direktur Eksekutif Human Right Working Group (HRWG), Muhammad Hafiz, mengungkapkan, upaya proses pengungkapan kasus tewasnya terduga teroris, Siyono (34 tahun), dapat menjadi pintu masuk evaluasi dan perbaikan dari prosedur penanganan tindak terorisme.
Kematian warga Desa Pogung, Kecamatan Cawas, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, ini pun diduga kuat terjadi lantaran adanya penyiksaan yang dilakukan Detasemen Khusus Antiteror 88 (Densus 88) Polri.
Menurut Hafiz, ada indikasi pelanggaran HAM dalam kasus Siyono tersebut, Pelangaraan HAM itu dalam konteks penggunaan kekuatan secara sewenang-wenang yang mengarah kepada penyiksaan terhadap terduga teroris. Pelanggaran HAM itu terjadi lantaran penangkapan yang dilakukan Densus 88 tidak sesuai dengan prosedur yang ada.
Terlebih, pada saat itu, status Siyono masih diduga sebagai teroris. "Jadi praduga tidak bersalah itu memang harus terus digunakan, termasuk seseorang yang masih dianggap teroris. Dia harus tetap dianggap tidak bersalah dan tidak mempunyai kesalahan. Artinya, yang berhak menghakimi dia lewat mekanisme di pengadilan," ujar Hafiz saat dihubungi Republika, Kamis (7/4).
Tidak hanya itu, HRWG menilai, kasus Siyono harus diselesaikan secara hukum. Bahkan, secara lebih luas, kasus Siyono ini dapat menjadi pintu masuk bagi suatu prosedur hukum yang baru, agar nantinya kasus-kasus penyiksaan terhadap terduga teroris tidak lagi terjadi.
Hafiz melanjutkan, dalam penangkapan dan penindakan teroris tersebut harus disertai saksi, pendamping hukum, dan dilakukan secara transparan. Inilah yang belum dipenuhi Densus 88 saat melakukan penangkapan dan pemeriksaan terhadap Siyono.
"Nah, kasus Siyono ini bisa menjadi pintu masuk untuk memperbaiki dan mengevaluasi kembali terhadap prosedur-prosedur soal penanganan terduga terorisme," tutur Hafiz.
Siyono tewas dalam proses penyelidikan Detasemen Khusus Anti Teror 88 (Densus 88). Dalam kasus itu, Siyono diduga kuat sebagai pemasok dan penyedia senjata untuk kelompok teroris.
Namun, tuduhan itu belum sepenuhnya terbukti di persidangan, hingga akhirnya Siyono menghembuskan nafas terakhir diduga kuat lantaran penyiksaan dan tindak kekerasan yang dilakukan Densus 88.