REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Suddin (22), pria yang mengalami gangguan jiwa karena menggunakan sabu, akhirnya dibawa ke rumah sakit jiwa.
Pria yang dirantai ayahnya ini dibawa Kapolresta Medan Kombes Mardiaz Kusin Dwihananto ke RS Jiwa Provinsi Sumatera Utara di Jl Simalingkar, Medan.
Bersama beberapa anggotanya, Mardiaz mendatangi gubuk di sudut Jalan Gabus dan Jalan Gurami yang menjadi tempat Suddin dirantai selama ini. Mardiaz mengatakan, pihaknya membawa Suddin ke rumah sakit jiwa agar mendapat perawatan medis.
"Yang paling penting kita bawa dulu ke rumah sakit jiwa, setelah itu baru kita koordinasikan dengan pak wali kota mengenai biaya perawatannya," kata Mardiaz, Sabtu (16/4).
Setelah rantai yang dipasang di kaki kirinya dilepas, Suddin pun diboyong ke RS Jiwa Provinsi Sumut. Di sana, dia sempat diperiksa beberapa saat. Pemindahan Suddin ini menjawab keinginan ayahnya, Arfan Lubis.
Selama ini, Arfan mengaku tidak memiliki uang untuk membawa putra kandungnya itu berobat. Penghasilannya sebagai tukang becak dayung bahkan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya dan keluarga sehari-hari. Ia pun berterimakasih terhadap Mardiaz karena telah membawa anaknya ke RS Jiwa untuk berobat.
"Kami tidak mampu membawa Suddin berobat karena tidak ada biaya. Untuk makan saja kami susah," ujarnya.
Suddin terpaksa dirantai ayahnya sejak tiga bulan lalu karena kerap mengamuk dan mengganggu warga. Ia pun sering tertawa sendiri dan bernyanyi tak jelas.
Menurutnya, gangguan jiwa mulai dialami Suddin sejak akhir 2015 saat mereka tinggal di Jl Perintis Gang Lingga, Tembung. Gangguan jiwa pada Suddin awalnya disadari saat pria ini mulai mengalami ilusi.
"Awalnya fisiknya nggak bisa berdiri, jadi dia tergeletak saja," ujar Arfan, Rabu (13/4) lalu.
Suddin kemudian mulai mengoceh tak jelas. Dia bahkan mulai mengganggu orang lain dengan telanjang di depan umum dan melempari warga. Melihat kondisi tersebut, keluarga sempat membawa Suddin berobat ke RSUD Pirngadi Medan.
"Dokternya bilang dia sakit karena memakai sabu," kata Arfan.
Sayangnya, keterbatasan ekonomi membuat Arfan tak mampu membawa putranya berobat lagi atau memasukkannya ke rumah sakit jiwa.