Senin 18 Apr 2016 06:46 WIB

'Presiden Saja Harus Hormati Keputusan BPK, Apalagi Gubernur'

Gedung Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Foto: Republika/Musiron
Gedung Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) adalah lembaga negara yang keputusannya, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar (UUD) Negara RI 1945, harus dihormati oleh Presiden.

"Presiden saja harus menghormati laporan BPK, apalagi Gubernur," ujar anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Ahmad Junaidi Auly dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Senin (18/4).

Menurut Junaidi, BPK RI oleh konstitusi negara diberi kewenangan menegakkan transparansi fiskal. "Antara lain dengan menjadi satu-satunya lembaga yang berwenang mengaudit pengelolaan dan keuangan negara secara bebas dan mandiri," papar dia.

Junaidi  melanjutkan, hubungan antar lembaga negara sebagaimana antara BPK RI dengan eksekutif, legislatif, maupun yudikatif juga diatur secara harmonis dalam UUD RI 1945.

Junaidi merujuk pada kasus Gubernur DKI Basuki Tjahja Purnama atau Ahok dengan BPK RI yang menurutnya sudah memasuki ranah hubungan antar lembaga negara.

Sebagaimana banyak diberitakan, Gubernur DKI Jakarta Ahok menyebut audit BPK RI ngaco. Pasalnya, dari hasil audit BPK mengindikasikan adanya kerugian negara sebesar Rp.191 miliar dalam pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras, Grogol, Jakarta Barat.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement