REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Kepolisian RI Jenderal Polisi Badrodin Haiti mengakui ada prosedur operasi standar yang dilanggar Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror dalam penanganan Siyono, terduga teroris yang tewas setelah ditangkap. "Anggota yang menangani dan komandannya saat ini sedang diperiksa dan menjalani sidang disiplin karena ada kelalaian," kata Badrodin dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR, di Jakarta, Rabu (20/4).
Badrodin mengatakan, pelanggaran yang dilakukan anggota dalam penanganan Siyono adalah hanya melakukan pengawalan dengan satu orang dan Siyono dalam keadaan tidak diborgol. Menurut Badrodin, sudah ada peraturan kepala Polri yang mengatur prosedur pengawalan terhadap terduga teroris, yaitu harus dikawal oleh lebih dari satu orang dan prosedur tentang pemborgolan.
"Saat itu, Siyono tidak diborgol agar bersikap kooperatif saat dibawa untuk mengembangkan informasi. Namun, saat di mobil dalam perjalanan di perbatasan antara Klaten dan Prambanan, Siyono menyerang anggota yang mengawal, hanya satu orang bersama seorang pengemudi," tuturnya.
Badrodin mengatakan, perkelahian dan pergumulan di dalam kendaraan tidak bisa dihindari. Siyono terus berusaha memukul, menendang, dan merebut senjata milik anggota yang mengawal.
Salah satu tendangan Siyono bahkan mengenai kepala pengemudi sehingga kendaraan berjalan oleng dan sempat menabrak pembatas jalan. Akhirnya, anggota yang mengawal berhasil melumpuhkan Siyono yang terduduk lemas.
"Siyono kemudian dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara Polda DIY yang kemudian dinyatakan sudah meninggal dunia. Dari hasil pemeriksaan luar, ditemukan memar di kepala sisi kanan belakang, pendarahan di bawah selaput otak dan tulang rusuk patah akibat benda tumpul," katanya.