REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Panglima Komando Cadangan Strategis TNI AD (Pangkostrad), Letnan Jenderal TNI, Edy Rahmayadi, mengatakan, tidak ada batasan waktu untuk penyelenggaraan Latihan Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC) TNI. Bahkan, latihan tersebut digelar selama sepanjang tahun, termasuk dengan yang saat ini digelar di Tarakan, Kalimantan Utara.
Pangkostrad selaku Panglima Komando Operasi (Pangkoops) PPRC TNI 2016 mengungkapkan, latihan PPRC TNI memang digelar selama sepanjang tahun. Namun, pemegang komando operasi, yang bertanggung jawab langsung ke Panglima TNI, memang digilir setiap dua tahun sekali diantara para pimpinan Komando Militer TNI.
Edy menjelaskan, latihan PPRC TNI digelar untuk terus mengasah kemampuan dan mempersiapkan para personel-personel TNI, terutama yang tergabung di pasukan khusus di tiga angkatan. ''PPRC tidak pernah berhenti. PPRC menyiapkan diri terhadap trouble spot yang ada di semua wilayah Indonesia,'' ujar Pangkostrad di Markas Komando Divisi Infanteri (Divif) 1/Kostrad, Cilodong, Depok, Jawa Barat, Selasa (19/5).
PPRC TNI yang saat ini tengah berada di Tarakan, kata dia, dapat langsung digerakan untuk bisa melakukan operasi pembebasan sandera WNI, yang saat ini tengah ditawan oleh kelompok radikal Abu Sayyaf di wilayah Filipina. Tidak hanya itu, sejumlah armada tempur TNI, lanjut Edy, sudah disiagakan di perbatasan perairan Malaysia, Filipina, dan Indonesia. Menurut Pangkostrad,
Namun, sebelum melakukan operasi pembebasan sandera, TNI masih harus menunggu permintaan bantuan dari pemerintah Filipina. ''Mereka memiliki UU, yang tidak mengijinkan siapapun masuk melakukan operasi militer. Bahkan tentara Amerika Serikat, yang punya pangkalan militer di Filipina, tetap tidak boleh melakukan operasi di Filipina. Dengan aturan itu, Filipina menjaga kedaulatannya,'' tutur Edy.
Terkait jumlah personel yang terlibat dalam Latihan PPRC TNI, Pangkostrad setidaknya menyebut sekitar 500 personel sudah siap di dalam PPRC. Bahkan, menurut Edy, lokasi penyekapan sandera-sandera itu sebenarnya sudah diketahui, yaitu diduga kuat berada di sekitar Pulau Sulu, Filipina Selatan.
TNI pun masih terus memantau pergerakan dan kondisi serta situasi terakhir penyanderaan WNI tersebut. ''Kami selalu memantau. Jika ada perintah dan sudah diizinkan, pasukan TNI sudah siap untuk melakukan operasi itu,'' tutur mantan Pangdam I/Bukit Barisan tersebut.