Jumat 22 Apr 2016 15:39 WIB

‘Di Indonesia, Koruptor Diberi Karpet Merah’

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Teguh Firmansyah
Buronan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Samadikun Hartono (kiri) bersama Jaksa Agung H.M Prasetyo (kedua kanan) tiba di Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta, Kamis (21/4). (Republika/Raisan Al Farisi)
Foto: Raisan Al Farisi/republika
Buronan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Samadikun Hartono (kiri) bersama Jaksa Agung H.M Prasetyo (kedua kanan) tiba di Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta, Kamis (21/4). (Republika/Raisan Al Farisi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menduga proses hukum terhadap terpidana kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Samadikun Hartono akan tebang pilih. Dia menduga Samadikun akan diperlakukan istimewa meskipun pelaku telah merugikan negara dalam jumlah cukup besar..

Dugaan tersebut bukanlah tanpa alasan. Boyamin melihat selama ini Kejaksaan Agung tidak bersungguh-sungguh menegakkan hukum bagi para koruptor.

“Kejaksaan Agung sengaja dalam beberapa kasus korupsi seakan-akan ‘membiarkan’ orang (koruptor) lari. Contohnya Tjoko Tjandra, kenapa baru dicekal setelah lari? Jangan-jangan disuruh lari dulu baru dicekal,” jelas Boyamin saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (22/4).

Saat ditanya apakah ada kesan koruptor di Indonesia diperlakukan istimewa oleh pemerintah, dia pun menjawab, “(diberikan) karpet merah”. Contoh lainnya yakni ketika mantan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Jenderal (Pol) Sutanto membawa tiga debitor BLBI ke Kantor Presiden di era masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Boyamin juga mengkritik adanya pertemuan Presiden Joko Widodo dengan Sangkara Tjandra yang merupakan adik dari buronan kasus BLBI Tjoko Tjandra di Papua Nugini beberapa waktu lalu. “Orang lain susah bertemu Jokowi, ini malah nyelonong saja,” ujarnya.

Baca juga, Samadikun Disambut Istimewa, Abu Bakar Ba'syir Sudah Tua Renta Diborgol.

Samadikun adalah mantan Presiden Komisaris PT Bank Modern, Tbk. Dia menyalahgunakan bantuan likuiditas dari Bank Indonesia dari tujuan yang secara keseluruhan berjumlah Rp 80.742.270.528,81. Alhasil, tindakannya tersebut mengakibatkan kerugian negara Rp Rp 169.472.986.461,52. Meski statusnya sebagai terpidana, namun Samadikun tidak dapat dieksekusi badan berdasarkan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1696 K/Pid/2002 tanggal 28 Mei 2003 karena melarikan diri.

Namun pada Kamis (21/4) malam, Samadikun telah sampai di Bandara Halim Perdanakusuma. Pemerintah Indonesia dan Cina sepakat melakukan perjanjian ekstradisi.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement