Jumat 06 May 2016 20:52 WIB

Kasus YY, Kementerian PPPA Nilai Wajar Tuntutan Hukuman 10 Tahun untuk Pelaku

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Nidia Zuraya
Tagar #NyalaUntukYuyun yang sempat meramaikan Twitter terkait dengan seorang siswi SMP, Yuyun yang tewas karena diperkosa
Foto: Twitter
Tagar #NyalaUntukYuyun yang sempat meramaikan Twitter terkait dengan seorang siswi SMP, Yuyun yang tewas karena diperkosa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mengapresiasi langkah sigap kepolisian dalam mengusut kasus pemerkosaan dan pembunuhan atas YY (14 tahun).

Menurut Deputi Bidang Perlindungan Anak Kementerian PPPA, Pribudiarta Nur Sitepu, aparat penegak hukum setempat terbilang cepat dan tepat dalam kaitannya dengan Undang-Undang Sistem Peradilan Anak.

Sebelumnya, tujuh dari 12 pelaku yang berhasil ditangkap sudah dibawa ke meja hijau dengan tuntutan 10 tahun penjara. Sebab tujuh pelaku itu masih di bawah umur, menurut Pribudiarta, besaran tuntutan tersebut wajar adanya.

“Mereka (aparat penegak hukum) sudah maksimal, 10 tahun tuntutannya. Itu kan separuhnya tuntutan dewasa. Karena yang tujuh orang itu, anak. Dan pelaku dewasanya, yang sudah ditangkap, itu dikenakan hukuman maksimal seumur hidup, (karena) mereka merencanakan (pemerkosaan dan pembunuhan) itu, (meskipun) pembacaan tuntutan untuk yang dewasa, belum. Dua pelaku masih DPO (berstatus buron), terus dikejar,” papar Pribudiarta Nur Sitepu saat dihubungi, Jumat (6/5).

Dia mengakui, publik awam menyuarakan hukuman mati bagi seluruh pelaku pembunuh YY. Namun, tegas Pribudiarta, status di dalam pengadilan tidak lantas membedakan perlakuan terhadap anak. Apalagi, lanjut dia, setiap anak memiliki hak untuk memiliki masa depan yang lebih baik. UU Sistem Peradilan Anak juga menekankan agar anak dikembalikan fungsi tumbuh kembangnya.

“Konsepnya, dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Anak, anak pelaku, anak saksi, anak korban, itu semuanya sama. Anak itu pada prinsipnya dipengaruhi oleh lingkungan dan pola pengasuhan. Jadi kalau lingkungan dan keluarga buruk, si anak akan jadi buruk,” jelas dia.

“Ya memang, terus terang, ibu korban dalam kondisi psikologis yang amat tertekan dengan masalah ini. Si ibu memang menginginkan hukuman mati bagi pelaku. Tapi kita sendiri kan melihat, anak sebenarnya korban dari pengasuhan dan lingkungan yang salah.”

Menteri PPPA sudah mengunjungi langsung pihak keluarga korban dan para pelaku. Pribudiarta menerangkan, pihak Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Bengkulu juga sudah mendampingi pihak korban sejak dua hari pasca-kejadian.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement