REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Mantan Kepala Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat (Kesbangpol Linmas) Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, Eddy Sofyan dituntut enam tahun penjara. Ia dinyatakan bersalah karena tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
Tuntutan tersebut disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejati Sumut Firman Halawa dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Medan hari ini, Senin (30/5). Sidang dipimpin oleh majelis hakim yang diketuai oleh Marsudin Nainggolan.
"Meminta kepada majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini untuk menjatuhkan hukuman pidana penjara selama enam tahun kepada terdakwa," kata JPU Firman di hadapan majelis hakim.
JPU menilai, perbuatan Eddy telah melanggar Pasal 2 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. Selain pidana penjara, JPU juga meminta majelis hakim membebankan terdakwa dengan denda Rp 200 juta subsider enam bulan kurungan. Terdakwa Eddy pun dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 1,1 milyar atau digantikan dengan dua tahun kurungan.
Usai mendengarkan tuntutan, hakim ketua Marsudin Nainggolan didampingi hakim anggota Merry Purba dan Eliyas Silalahi menunda persidangan hingga pekan depan. Sidang selanjutnya beragendakan mendengarkan pembelaan terdakwa.
Dalam dakwaan JPU sebelumnya, Eddy Sofyan disebut telah memperkaya orang lain, dalam hal ini Gatot Pujo Nugroho selaku Gubernur Sumut saat itu dan sejumlah lembaga penerima bantuan dana hibah dan bansos tahun 2012-2013. Akibat perbuatannya, negara mengalami kerugian sebesar Rp1 miliar 145 juta.
Selain Eddy, Kejaksaan Agung juga telah menetapkan Gubernur Sumut nonaktif Gatot Pujo Nugroho sebagai tersangka dalam kasus ini.