REPUBLIKA.CO.ID, MALE -- Pengadilan di Republik Maladewa menjatuhi hukuman 10 tahun penjara kepada mantan wakil presiden negara itu, Ahmed Adeeb. Ia dijatuhi hukuman dengan tuduhan melakukan tindakan terorisme atas kepemilikan sejumlah senjata api.
Pengadilan kriminal menggelar persidangan tertutup pada Ahad (5/6) kemarin. Politisi yang populer di negara kepulauan itu menjadi politisi keempat yang dipenjara dengan tuduhan terorisme sejak Yameen Abdul Gayoom terpilih menjadi Presiden Republik Maladewa pada 2013 lalu.
Ketiga politisi lainnya yang dipenjara dengan tuduhan terorisme itu adalah mantan presiden Mohamed Nasheed, dan mantan menteri pertahanan Mohamed Nazim. Selain itu, ada pemimpin partai politik terkemuka di negara itu, Sheikh Imran Abdulla.
Seluruh politiis tersebut didakwa dengan hukuman penjara yang lama. Namun, mantan presiden Nasheed mendapat suaka politik di Inggris.
Dalam kasus kali ini, Adeeb juga menghadapi tuduhan percobaan pembunuhan terhadap Gayoom. Hal itu karena pada September lalu, terdapat ledakan saat presiden bersama dengan istri dan pengawal berada di speedboat.
Dalam kejadian tersebut, istri presiden, serta seorang asisten dan pengawal terluka. Pihak berwenang kemudian menuduh Adeeb berada di balik peristiwa ini, terkait dengan kepemilikan senjata api yang mungkin digunakan saat itu.
Pemerintah Republik Maladewa mengatakan ledakan misterius itu merupakan upaya pembunuhan. Namun, penyelidik dari FBI meyakini tidak ada bukti kuat bahwa ledakan bom telah terjadi.
Atas dakwaan terhadap Adeeb, sejumlah kelompok Hak Asasi Manusia (HAM) melontarkan kritik kepada Gayoom. Presiden di negara itu dinilai berusaha memenjarakan lawan-lawan politiknya guna memperkuat kekuasaan di Republik Maladewa.