Ahad 26 Jun 2016 17:34 WIB

Pemerintah Dinilai 'Kecolongan' Soal Penyanderaan WNI

Rep: Eko Supriyadi/ Red: Angga Indrawan
Gerilyawan Abu Sayyaf.
Foto: historycommons.org
Gerilyawan Abu Sayyaf.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Anggota Komisi I Fraksi Partai Demokrat Syarief Hasan menilai, pemerintah telah kecolongan dengan kembali disanderanya WNI oleh Kelompok Abu Sayyaf. Seharusnya, kata dia, pemerintah memperketat pengawasan terhadap wilayah-wilayah yang dinilai rawan pembajakan.

"Seharusnya ini bisa diantisipasi, apalagi kejadian ini yang kedua kalinya terjadi," kata Syarief, saat dihubungi, Ahad (26/6).

Karena itu, kata dia, pemerintah kali ini harus bersikap tegas terhadap kelompok yang diduga Abu Sayyaf tersebut. Namun, Syarief menilai Indonesia harus tetap mengupayakan jalur diplomasi untuk membebaskan tujuh WNI tersebut.

TNI mesti bersabar untuk tidak main masuk ke dalam kedaulatan Filipina. Mereka cukup bersiaga di perbatasan untuk berjaga-jaga jika suatu saat dibutuhkan bantuan.

Meski demikian, Indonesia masih belum perlu menyatakan travel warning ke Filipina. Namun, patroli di kawasan rawan pembajakan mesti terus ditingkatkan.

Ketua DPR RI Ade Komarudin meminta aparat Indonesia agar tidak kecolongan dalam membebaskan tujuh orang Warga Negara Indonesia (WNI) yang ditawan kelompok bersenjata di Filipina.

Ia percaya, pemerintah sudah punya langkah-langkah pembebasan yang sebelumnya terbukti efektif. "Tapi, saya ingatkan jangan sampai lengah dan kalau bisa prosesnya dipercepat," ujar Ade.

Tapi, pria yang akrab disapa Akom ini mengingatkan pemerintah harus bergerak lebih cepat. Pemerintah tidak boleh menganggap ini masalah biasa, karena semua strategi harus sistematis.

Ia menduga, kelompok yang menyandera tujuh WNI ini bukan murni dari kelompok Abu Sayyaf. "Saya dapat informasi dari intelijen, ini bukan Abu Sayyaf, tapi sempalan Abu Sayyaf yang pragmatis," ungkap Akom.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement