REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Rumah Rakyat Indonesia (RRI) akan melakukan judicial review terhadap Undang-Undang Pengampunan Pajak (Tax Amesty). Judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut akan dilakukan akhir Juli.
Para buruh tegas menolak UU Tax Amnesty. Mereka berpendapat UU tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) 1945 khususnya pasal yang menyebut bahwa setiap warga negara mempunyai kedudukan hukum yang sama.
Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, UU Tax Amesty jelas menempatkan kedudukan hukum yang tidak sama.
"Buruh dan masyarakat kecil tetap wajib bayar pajak tanpa celah pengampunan sedikit pun, tapi pengusaha atau pemodal dan orang kaya berhak selebar-lebarnya mendapat pengampunan pajak," ujarnya lewat pesan singkat, Kamis (30/6).
Di samping itu, kata Iqbal, pemerintah telah mengabaikan asas hukum tentang keterbukaan dan keadilan. Menurut dia UU ini justru menutup rapat-rapat data pajak pemodal dan orang kaya, termasuk asal sumber dana yang mereka miliki.
"Bisa jadi (sumber dana) berasal dari dana korupsi, terorisme, perdagangan manusia, penggelapan pajak, manipulasi data neraca keuangan perusahaan demi menghindari pembayaran hak-hak buruh yang lebih baik seperti upah, bonus, THR, dan lainnya," ujar Iqbal.
Semua itu dinilainya jelas melanggar pasal lain di UUD NRI 1945 yang menyebut bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan penghidupan yang layak dan pendapatan pajak adalah salah satu instrumennya dengan cara yang tidak boleh bertentangan dengan hukum dan rasa keadilan.