REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jimly Asshiddiqie menyatakan teroris adalah manusia tidak beragama dan tidak percaya keberadaan Tuhan.
"Masalah terorisme ini serius. Jangan sampai terorisme dipersepsikan keliru. Terorist has no religion, terorist believe in no God. Tidak percaya Tuhan, hanya percaya dirinya sendiri," kata Jimly saat open house Ramadhan di kediamannya di Jakarta, Kamis (7/7).
Jimly mengatakan teror bom bunuh diri di sejumlah kota di Arab Saudi, dan di Solo, Indonesia, adalah bentuk kesalahan seseorang memahami agama. Mantan ketua Mahkamah Konstitusi itu menegaskan, agama apapun tidak membenarkan orang masuk surga dengan cara tidak halal, seperti melakukan aksi bunuh diri.
"Bunuh diri itu tidak halal. Kalau mau masuk surga mari bareng-bareng mengajak orang dengan cara baik. Surga di akhirat itu harus digapai dengan terlebih dulu menggapai surga dunia," ujar Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu itu.
Jimly menekankan, seseorang yang melakukan bunuh diri hanya akan masuk neraka. Pemahaman ini menurut dia, harus disebarkan kepada seluruh umat oleh para pemuka agama.
"Menurut saya pribadi pikiran mati syahid dengan bunuh diri itu hanya kesimpulan manusia. Bunuh diri tidak bisa membawa orang menjadi syahid, tapi hanya akan masuk neraka," kata Jimly.
Jimly mengajak seluruh tokoh Islam mewaspadai terorisme, dengan cara mengingatkan dan mendidik jamaah masing-masing untuk tidak terjebak dalam tindak kekerasan. Dia mengingatkan semua tokoh politik dunia untuk tidak lagi membenarkan cara kekerasan dalam menyikapi persoalan.
"Kita ingatkan tokoh-tokoh politik seluruh dunia jangan pernah lagi membenarkan tindak kekerasan yang memicu kekerasan lain. Misalnya Irak dibumihanguskan karena kesalahpahaman, akhirnya melebar menjadi konflik Sunni-Syiah. Teroris ini timbul karena efek berantai tindak kekerasan yang dilakukan suatu negara terhadap negara lain," jelas dia.
Jimly meyakini, tragedi kemanusiaan hanyalah dilandasi motif politik yang tidak berhubungan sama sekali dengan agama. Seseorang yang memahami agama, kata dia, tidak mungkin akan berkesimpulan untuk membenarkan tindak kekerasan dalam menyikapi persoalan.