Selasa 19 Jul 2016 18:30 WIB

DPR akan Bentuk Panja Pengawasan Obat dan Vaksin Palsu

Rep: Eko Supriyadi/ Red: Dwi Murdaningsih
Dede Yusuf
Foto: Republika
Dede Yusuf

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR akhirnya akan membentuk Panja untuk menuntaskan persoalan vaksin palsu secara komprehensif. Panja, nantinya akan bekerja dengan menerima laporan terkait dengan vaksin palsu, pengoplosan serum dan obat-obatan.

"Panja akan sorot kesana," kata Ketua Komisi IX Dede Yusuf, kepada wartawan, di Kompleks parlemen senayan, Jakarta, Selasa (19/7).

Panja ini, lanjut Dede, dibentuk untuk menelusuri sejauh mana industri obat tersebut bermain. Panja juga akan mencari tahu, apakah ada backing terhadap industri tersebut. Menurutnya, anggaran vaksin pemerintah sebesar Rp 1,2 triliun untuk 5 juta bayi. Seharusnya, vaksinasi untuk bayi itu gratis. Namun, karena ada tawaran produk impor, maka kemudian itulah yang dipalsukan.

Sebenarnya, kalau anggarannya ditambahkan untuk mengatasi kekurangan vaksin itu bisa. Hanya, impor vaksin tidak bisa dilarang karena sudah masuk World Trade Organitation (WTO), AFTA, MEA.

"Nanti Panjanya adalah Panja Pengawasan Peredaran Obat dan Vaksin Palsu. Nanti Panja akan sorot obat dan Vaksin Palsu, dalam obat itu termasuk serum, termasuk BPOM juga akan diperkuat," ujarnya.

Dede mengungkapkan, pimpinan DPR juga mengusulkan adanya tim pengawas, yang dibentuk dari berbagai komisi. Tim pengawas itu bisa terdiri dari Komisi III, untuk menembus mafia pemalsuan obat yang dibacking oleh pihak tertentu.

Wakil Ketua DPR Fahri hamzah mengatakan, DPR sudah mengambil langkah komprehensif, dengan membentuk Panja dan Satgas. Sehingga masyarakat diminta untuk tidak terlalu panik.

Ia juga meminta presiden untuk mendukung usaha membuka titik-titik gelap tata niaga obat-obatan, seperti impor ilegal. Apalagi, selama ini impor hanya dilakukan oleh satu BUMN terbatas, dan distributornya hanya empat perusahaan terbatas.

"Jadi, lacak empat ini untuk lihat dimana sumber dan pabriknya. Kalau tidak kita buka siapa yang impor dan produksi, nanti akan terus ada kekhawatiran," ujarnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement