REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menunda pemberian izin pembukaan lahan sawit (moratorium) terhadap 948.418,79 hektare lahan. Pemerintah mendorong peningkatan produktivitas dan tata kelola sawit berdasarkan standar Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO).
"Produktivitas komoditas kebun sawit nasional baik yang berasal dari kebun milik perusahaan swasta maupun kebun rakyat masih jauh lebih rendah dari yang seharusnya," kata Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (Dirjen PKTL) San Afri Awang, Rabu (20/7).
Dengan melakukan upaya peningkatan produktivitas, kata dia, kebun milik swasta yang saat ini baru mencapai tiga ton per hektare dan kebun rakyat yang berada pada kisaran dua ton per hektare harus dapat ditingkatkan produktivitasnya menjadi enam sampai tujuh ton per hektare.
Luasan lahan 948.418,79 hektare merupakan potensi luas lahan minimal yang dapat dijadikan obyek moratorium sawit. Potensi luasan minimal tersebut diperoleh dari data jumlah luasan yang sedang diusulkan oleh perusahaan untuk izin pelepasan kawasan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit.
KLHK telah menetapkan kriteria untuk menilai lahan-lahan yang akan dimoratorium sebagai perkebunan kelapa sawit. San Afri menguraikan, kriteria tersebut di antaranya berdasarkan hasil evaluasi terhadap pelepasan dan tukar menukar kawasan hutan untuk tujuan perkebunan kelapa sawit yang belum dikerjakan atau dibangun.
Pertimbangan selanjutnya yakni lahan yang terindikasi tidak sesuai dengan tujuan pelepasan dan tukar menukar. "Kita juga memoratorium izin perkebunan kelapa sawit yang sudah existing, namun terindikasi dipindah-tangankan pada pihak lain," tuturnya.
Kriteria selanjutnya yakni terjadi izin perkebunan kelapa sawit yang sudah existing, namun tutupan hutannya masih produktif serta izin perkebunan kelapa sawit yang berada di dalam kawasan hutan. Meski begitu, penundaan izin dan evaluasi tersebut perlu diatur melalui Instruksi Presiden, mengingat perkebunan kelapa sawit khususnya yang bersumber dari kawasan hutan kewenangannya diatur secara konkuren (kewenangan bersama) antar instansi baik Pusat maupun Daerah.