REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polda Riau menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap 15 perusahaan yang diduga melakukan pembakaran lahan. Anggota Komisi III DPR RI dari FPKS, Nasir Djamil menyayangkan SP3 kasus kebakaran hutan tersebut.
"SP3 kasus kebakaran hutan telah melukai rasa keadilan publik," katanya Senin, (1/8).
Penegakan hukum, lanjutnya, haruslah objektif, adil, transparan, dan dapat dipertanggungkawabkan secara hukum dan sosial. Oleh karena itu langkah Mabes Polri yang mengirimkan tim penyidik Mabes Polri untuk membuka lagi kasus 15 perusahan yang di-SP3-kan oleh Polda Kepri patut didukung.
"Membuka kasus kebakaran hutan dalam arti memeriksa apakah memang kasus itu laik utk di-SP3-kan atau bisa ditingkatkan menjadi penyidikan. Kami mendesak agar polisi tidak boleh menyerah dalam menangani kasus ini," ujar Nasir.
Jika kekurangan tenaga penyidik andal, kata dia, maka sebaiknya meminta bantuan dari Mabes Polri atau institusi penegak hukum lainnya. Kalau memang mampu ditangkap maka sangat baik jika semua pelaku pembakaran hutan ditangkap oleh kepolisian Indonesia.
"Jangan sampai dengan diratifikasinya Transboundary Haze Pollution Act (THPA), negara tetangga seperti Singapura bisa menangkap pelaku pembakaran lahan dan hutan di dalam negeri. Kita malu kalau sampai mereka ditangkap oleh polisi Singapura, seharusnya pelaku pembakaran hutan ditangkap kepolisian RI dan proses hukumnya dilakukan di Indonesia," ujar Nasir.