REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Penuntut Umum pada KPK menuntut Kasubdit Kasasi Perdata Direktorat Pranata Dan Tata Laksana Perkara Perdata Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung RI, Andri Tristianto dengan hukuman 13 tahun penjara.
Andri dianggap melakukan tindak pidana korupsi karena mengusahakan penundaan pengiriman salinan putusan kasasi atas nama Ichsan Suaidi dalam perkara tindak pidana korupsi proyek pembangunan Pelabuhan Labuhan Haji di Lombok Timur. Ditemui seusai persidangan, Andri mengaku pasrah manghadapi tuntutan jaksa tersebut.
"Pasrah saja saya, sepasrah-pasrahnya," ucapnya di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jalan Bungur Besar Raya, Kemayoran, Jakarta, Kamis (4/8).
Namun begitu, Andri menyatakan siap membela diri di persidangan agar hakim pengadil mau menurunkan hukuman yang dituntutkan jaksa. Pembelaan tersebut akan disampaikannya dalam agenda sidang berikutnya, yakni pembacaan nota pembelaan atau pledoi yang akan digelar Kamis (11/8).
"Saya mengajukan pembelaan," ujarnya.
Sementara itu, dalam persidangan jaksa membacakan beberapa pertimbangan yang menurutnya Andri pantas dihukum berat. Pertimbangan yang dianggap memberatkan hukuman Andri adalah karena dia tidak mendukung program pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi. Dia juga dianggap telah mencoreng nama baik lembaga peradilan tinggi.
"Mencoreng nama baik lembaga peradilan tinggi MA," kata kata Jaksa Muhammad Burhanuddin.
Sementara itu, ada dua pertimbangan yang menurut jaksa membantu meringankan hukuman yang dituntutkan kepada Andri. Kedua pertimbangam tersebut adalah karena Andri berlaku sopan dalam persidangan, dan mengaku kesalahannya serta menyesali perbuatannya.
Andri Tristianto Sutrisna didakwa menerima suap sebesar Rp 400 juta dari Ichsan Suaidi melalui Pengacaranya, Awang Lazuardi Embat. Uang tersebut diberikan Awang agar Andri mengusahakan penundaan pengiriman salinan putusan kasasi atas nama Ichsan Suaidi, dalam perkara korupsi proyek pembangunan Pelabuhan Labuhan Haji di Lombok Timur.
Andri juga didakwa menerima gratifikasi, yakni menerima uang sebesar Rp 500 juta yang berhubungan dengan jabatannya. Gratifikasi tersebut diterima dari salah seorang pengacara, Asep Ruhiyat. Selain menerima uang dari Asep Ruhiat, Terdakwa juga menerima uang dari pihak-pihak lain terkait penanganan perkara pada tingkat Kasasi dan Peninjauan Kembali (PK).