REPUBLIKA.CO.ID, GOWA -- Bentrokan antara kedua kubu kembali pecah saat prosesi "Accera Kalompoang" atau pencucian benda pusaka kerajaan Gowa di Istana Balla Lompoa (rumah besar) jalan KH Wahid Hasyim, Sungguminasa, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Senin (12/9).
Awal bentrokan terjadi saat adanya suara ledakan petasan dari luar istana tersebut. Ratusan pendukung Raja Gowa Andi Maddusila Andi Idjo yang melakukan unjuk rasa di luar menolak prosesi itu yang dipimpin Ketua Lembaga Adat Daerah (LAD) Adnan Purichta Ichsan Yasin Limpo di dalam istana.
Mereka mengganggap prosesi itu tidak sah karena tidak menghadirkan dan melibatkan pihak Kerajaan Gowa dalam prosesi itu yang dilakukan rutin setiap tahun usai salat Ied lebaran Idul Kurban.
Demonstran melakukan aksi dengan membakar ban bekas di depan pintu gerbang istana, entah dari mana sumbernya kemudian terjadi insiden pelemparan batu kemudian berujung perang batu antara Satpol PP Pemda setempat dari dalam istana dengan demonstran pendukung Raja di luar istana. Pintu gerbang terbuat dari kayu pun ikut terbakar.
Bahkan di sisi sebelah utara istana juga terlibat duel menggunakan "Badik" antara pendukung pro dengan kontra, namun tidak berlangsung lama karena aparat keamanan yang sudah berjaga-jaga dengan memblokade setiap sudut istana mengamankan perkelahian tersebut termasuk menangkap beberapa orang usai kejadian.
Meski terjadi bentrokan perang batu diluar istana, namun proses Accera Kalompoang yang dipimpin Ketua LAD Adnan Purichta Ichsan Yasin Limpo yang juga Bupati Gowa di dalam istana tetap berjalan, kendati gangguan besar di luar istana terjadi. Bentrokan itu merupakan kali kedua sejak kemarin memanas.
Perwakilan Kerajaan dari Dewan Adat Kerajaan Gowa, Andi Rivai menyesalkan adanya bentuk perampasan hak kerajaan yang dikemas dalam bentuk Peraturan Daerah LAD sehingga hak dan kewajiban kerajaan terkesan di kebiri pemerintah setempat. Bentrokan terjadi selama dua hari itu, kata dia, adalah bentuk kekecewaan.
"Sejak awal kami menolak pembentukan Perda itu, sehingga ini hasilnya. Seharusnya yang punya kewenangan atas prosesi itu kami bukan mereka, tetapi kami terus yang disalahkan, kami pun tidak pernah dilibatkan, padahal itu hak kerajaan bukan hak pemerintah daerah. Katanya melindungi adat tapi memunculkan konflik," tegasnya.
Sebelumnya, Adnan telah dilantik menjadi Ketua LAD Kabupaten Gowa dengan julukan "Somba Ri Gowa" atau penguasa di Kabupaten Gowa pada Kamis (8/9) oleh DPRD setempat. Sebagai ketua dalam Perda yang diatur itu, Adnan bertindak tidak hanya sebagai pemimpin pemerintah tetapi juga adat.
Konflik Andi Maddusila Andi Idjo dengan Bupati Gowa memang sudah berkepanjangan dan berlangsung lebih dari 10 tahun. Di awal 2005, Ichsan Yasin Limpo adik kandung Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo bertarung dengan Andi Maddusila dalam perebutan kekuasaan politik Pilkada.
Hingga akhirnya Andi Maddusila kalah dengan kekuatan politik praktis. Dan pada 2015 pilkada Gowa, Maddusila tetap maju dan bertarung kembali dengan anak Ichsan yakni Adnan Purichta Ichsan Yasin Limpo kemudian belakangan dikalahkan kembali.
Hal ini membuat hubungan keluarga Kerajaan Gowa dengan keluarga Ichsan Yasin Limpo semakin memanas, bahkan ketika Adnan berupaya menjauhkan hak keturunan keluarga Kerajaan Gowa dalam pelaksanaan prosesi adatnya dengan memberlakukan Perda nomor 5 tahun 2016 mengatur tentang Lembaga Adat Daerah (LAD).
Adnan selanjutnya menjadi "Sombbaya ri Gowa" atau berarti Raja yang disembah. Gelar ini dulunya melekat dan dipakai pada Raja-Raja Gowa terdahulu sebagai bagian dari perjalan pemerintahan kerajaan sebelum merdeka.
Adnan dalam keterangan tertulisnya menyampaikan bahwa Raja Gowa terakhir, Andi Idjo Mattawang Karaeng Lalolang, mengakui telah meleburkan kerajaannya pada Negara Kesatuan Republik Indonesia, kemudian diangkat menjadi Bupati Gowa pertama pada tahun 1946.
Dengan itu kemudian dirinya menyatakan sebagai raja terakhir di Gowa dan ini menjadi versi Pemerintah Daerah Kabupaten Gowa menerbitkan Perda LAD karena ada dasar lain sebagai pegangan.
"Tidak ada lagi Raja Gowa setelah Andi Idjo Karaeng Lalolang, karena sudah berganti nama menjadi bupati. Ini berarti siapapun Bupati di Gowa adalah sama dengan Raja di Gowa di zaman kerajaan. Makanya Perda LAD ini mengatur bahwa bupati sebagai Ketua LAD menjalankan fungsi Sombayya (fungsi raja)," sebut dia dalam tulisannya.
Hingga saat ini situasi di wilayah Istana Balla Lompa berangsur-angsur kondusif yang sebelumnya menegangkan karena terjadi perang batu dan senjata tajam serta diwarnai dengan gas air mata ditembakkan aparat membubarkan massa. Tidak terlihat kelompok massa dan arus lalulintas di jalan sekitar mulai beraktivitas seperti biasa.