REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Peter Thomson, presiden sesi ke-71 Majelis Umum PBB, pada Selasa (20/9) memukul-mukulkan palunya ke meja untuk mengatasi kegaduhan di ruang sidang yang akan segera menghadirkan para pemimpin dunia untuk menyampaikan pidato mereka.
Pengerahan palu seperti itu untuk menenangkan situasi merupakan hal yang tidak biasa terjadi dalam sidang Majelis Umum (MU) PBB.
Thomson terpaksa harus mengetok-ngetokkan palunya beberapa kali untuk menertibkan ruangan Majelis Umum, tempat delegasi 193 negara bersidang, karena banyak delegasi berseliweran di lorong dan tepi-tepi kursi hingga mengganggu pertemuan yang sedang berjalan.
Thomson memerintahkan para petugas keamanan PBB menunjukkan jalan keluar kepada para delegasi yang sedang mengobrol. Ia meminta anggota-anggota delegasi yang berada di ruangan besar itu menunjukkan hormat kepada para kepala negara yang sedang dan akan maju ke podium untuk menyampaikan pidato.
"Para delegasi, tolong duduk, ada begitu banyak kepala negara dan kepala pemerintahan yang terdaftar untuk menyampaikan pidato di depan Majelis Umum," ujarnya dengan menggunakan pengeras suara.
Thomson meminta mereka yang sedang bercakap-cakap di ujung ruangan keluar dengan tenang sehingga ia dapat mengundang kepala negara berikutnya untuk berpidato. Presiden yang berwajah tanpa ekspresi itu adalah duta besar Fiji untuk PBB.
Thomson baru pertama kali memimpin sidang umum MU-PBB, yang dimulai pada Selasa di New York dan akan berlangsung selama satu pekan. Dalam satu pekan, lebih dari 140 kepala negara dan kepala pemerintahan dijadwalkan memberikan pernyataan di sidang Majelis Umum PBB.
"Untuk Anda yang masih mengobrol, saya minta agar menghargai kepala negara yang sedang akan berbicara di mimbar," kata Thomson.
Setelah beberapa kali memukul-mukulkan palunya ke meja, ia berhasil menenangkan situasi di ruang sidang. Menurut jadwal sebelumnya dan tradisi sebagai perwakilan negara tuan rumah, Amerika Serikat mendapat urutan kedua untuk memberikan pernyataan pada sidang umum.
Namun, tahun ini tradisi itu patah karena Presiden AS Barack Obama terlambat datang. Dengan demikian, Presiden Chad Idriss Deby Itno menempati urutan kedua untuk menyampaikan pidato. Ia sebelumnya dijadwalkan berbicara pada urutan ketiga.
Menurut tradisi, Brasil menempati urutan pertama karena beberapa tahun lalu pembicara pertama tidak hadir tepat waktu sehingga Brasil mengambil posisi kesatu.