REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan tidak dapat menerima seluruh permohonan Otto Cornelis Kaligis untuk menguji materi Pasal 46 ayat (2) Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi yang mengatur tentang pemeriksaan tersangka di lembaga itu.
"Menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima untuk seluruhnya," kata Ketua Majelis Hakim Konstitusi Arief Hidayat ketika membacakan amar putusan Mahkamah di gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Kamis (29/9) dilansir dari Antaranews.
Mahkamah menilai Kaligis tidak memiliki kedudukan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Mahkamah Konstitusi untuk mengajukan permohonan atas ketentuan tersebut.
"Karena pemohon tidak memenuhi syarat kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo, maka Mahkamah tidak mempertimbangkan lebih lanjut pokok permohonan pemohon," kata Hakim Konstitusi.
Mahkamah juga berpendapat bahwa tidak ada kerugian hak konstitusional yang dialami oleh pemohon dengan berlakunya Pasal 46 ayat (2) Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Bahkan seandainya pemohon memiliki kedudukan hukum, Mahkamah menilai Pasal 46 ayat (2) Undang-Undang tentang KPK tidak bertentangan dengan UUD 1945.
Sebagai pemohon, Kaligis menilai Pasal 46 ayat (2) Undang-Undang tentang KPK yang isinya bahwa pemeriksaan tersangka dilakukan dengan tidak mengurangi hak-hak tersangka, telah menimbulkan kerugian konstitusional, karena tidak menguraikan lebih lanjut mengenai hak-hak yang dimiliki oleh tersangka sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
KPK menetapkan Kaligis sebagai tersangka kasus suap. Dia mengajukan permintaan penangguhan penahanan supaya dapat berobat dan melakukan pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh namun KPK menolaknya.