REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Dinas Kehutanan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mencatat luas areal hutan kemasyarakatan pada tahun 2016 bertambah seluas 4.851 hektare setelah ada penetapan areal kerja baru oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
"Luas areal hutan kemasyarakatan (HK) pada tahun 2015 mencapai 24.601,50 hektare (ha), namun dengan adanya Penetapan Areal Kerja (PAK) HK seluas 4.851 ha pada tahun 2016, total di NTB menjadi 29.452,50 ha," kata Kepala Dinas Kehutanan NTB Husnanidiaty Nurdin, Jumat (30/9).
Lokasi HK di NTB, yang sudah memiliki Surat Keputusan PAK, tersebar di Kabupaten Lombok Barat seluas 688 ha, Lombok Utara 2.042 ha, Lombok Tengah 2.179,50 ha, Lombok Timur 2.680 ha, Sumbawa 4.030 ha, Sumbawa Barat 3.596 ha, Dompu 6.383 ha, dan Bima 4.219 ha. Menurut Husnanidiaty, luasan areal HK di NTB, akan terus bertambah karena masih ada PAK HK yang kemungkinan akan dikeluarkan lagi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk bisa mengakses kawasan hutan sebagai tempat mencari penghidupan. Masyarakat yang tinggal di kawasan pinggir hutan diberikan kemudahan akses dan mengelola kawasan hutan dalam bentuk HK agar mereka juga merasa memiliki dan bertanggung jawab terhadap kelestarian hutan sebagai daerah serapan air.
Namun, pengelolaan HK harus sesuai dengan regulasi yang sudah ditetapkan, yakni 70 persen dari total lahan garapan harus ditanami pohon besar, sehingga hutan tidak gundul. Kemudian 30 persennya lagi ditanami tanaman bernilai ekonomi, seperti coklat, kopi, pisang, kemiri, durian, cengkih, tanaman umbi-umbian, tanaman obat dan lainnya.
"Masyarakat bisa memanfaatkan hasil hutan bukan kayu (HHBK) untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Jadi tidak lagi berpikir untuk melakukan perambahan hutan," ujarnya.
Seluruh HK di NTB yang memiliki SK PAK, terutama yang sudah dikelola oleh kelompok masyarakat selama lima tahun akan dievaluasi untuk mengetahui sejauh mana pengelolaannya. Dinas Kehutanan NTB juga tetap memberikan pembinaan dan bantuan dukungan peralatan bagi kelompok masyarakat pengelola HK agar mereka bisa melakukan usaha pengolahan HHBK yang bisa meningkatkan nilai tambah ekonomi.
Selain itu, mendorong terjalinnya kemitraan antara masyarakat pengelola HK dengan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH), melalui usaha budi daya atau jasa lingkungan pariwisata yang bisa memberikan pendapatan bagi masyarakat pinggir hutan dan pendapatan asli daerah.
Husnanidiaty menilai pelaksanaan program HK di seluruh kabupaten di NTB, sejauh ini cukup berhasil, baik dari aspek konservasi maupun aspek ekonomi. Bahkan, dua HK, yakni HK di Desa Aik Berik, Kabupaten Lombok Tengah, dan HK di Desa Santong, Kabupaten Lombok Utara, sudah mendapatkan penghargaan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
HK Santong juga sering menjadi lokasi studi banding dari berbagai pihak dan lembaga yang ingin mendapatkan pembelajaran tentang program HK. "Dari hasil survei, pendapatan masyarakat yang mengelola HK Santong juga mencapai Rp 300 ribu dari sebelumnya hanya Rp 100 ribu per hari. Ini salah satu bukti HK memberikan manfaat jika dikelola dengan baik," katanya.
baca juga: Kementerian LHK Rekomendasikan Hak Paten Bios 44