Selasa 04 Oct 2016 21:36 WIB

Korban Kanjeng Dimas di Makassar Tertipu Sekitar Rp 200 M

Tersangka Dimas Kanjeng Taat Pribadi digiring petugas usai melakukan rekontruksi di padepokannya Desa Wangkal, Gading, Probolinggo, Jawa Timur, Senin (3/10).
Foto: Antara/Umarul Faruq
Tersangka Dimas Kanjeng Taat Pribadi digiring petugas usai melakukan rekontruksi di padepokannya Desa Wangkal, Gading, Probolinggo, Jawa Timur, Senin (3/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Korban-korban penipuan yang dilakukan oleh Kanjeng Dimas terus bermunculan. Dalam acara talkshow yang disiarkan secara langsung di salah satu televisi swasta, pengakuan muncul dari salah satu keluarga korban yakni Muhammad Nur Najmul dari Makassar. Nur adalah putra salah satu korban Kanjeng Dimas, yakni ibunya yang kini sudah meninggal dunia.  

Nur dalam pengakuannya mangatakan ibunya telah kehilangan uang sekitar Rp 200 miliar. Uang tersebut selalu dipakai untuk membayar mahar kepada Kanjeng Dimas. Nur mengaku kurang begitu paham sejak kapan ibunya mulai mengenal dan bergabung menjadi pengikut Kanjeng Dimas. "Karena saya kerja dan kadang keluar daerah. Tapi saat saya pulang, baru saya dengan cerita dari keluarga tentang kanjeng. Bahwa almarhum bunda sering mngirim uang ke sana," ujar Nur, Selasa (4/10).

Nur mengaku beberapa kali menanyakan dan memprotes ke ibunya mengapa selalu mengirim uang. Nur pun lalu diajak ke padepokan Kanjeng Dimas di Probolinggu bersama ibunya dan beberapa pengikutnya untuk membuktikan 'kesaktian' Kanjeng Dimas. "Saya melihat memang Kanjeng bisa keluarkan uang. Namun saya juga sempat lihat koper-koper yang dibawa tadinya saya pikir itu isinya baju-baju, tapi ternyata berisi uang rupiah yang akan diserahkan sebagai mahar," ujarnya.

Putra pengusaha jual beli tanah di Makassar ini mengungkapkan, di rumahnya memang ada satu peti berisi emas batangan serta uang sebanyak empat koper. Namun semua barang-barang tersebut ternyata palsu. Dia menceritakan, saat ibunya masih hidup, dia pernah menanyakan mengapa koper dan peti tersebut tidak pernah dibuka.

Jika ditanya seperti itu, Nur mengaku ibunya selalu mengatakan dia harus menunggu petunjuk dari Kanjeng dulu. Menurut Nur, ibunya pernah mendapat telepon dari Kanjeng dan mengatakan peti dan koper jangan dibuka dulu karena maharnya belum cukup sehingga uangnya belum berubah. "Jadi selalu begitu, setiap kali tanya ke bunda kenapa belum dibuka, bunda selalu bilang tunggu petunjuk dari Kanjeng. Tapi petunjuk yang datang selalu berupa permintaan mahar," ujarnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement