REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) No 1 tahun 2016 tentang hukuman kebiri telah disetujui oleh DPR RI. Namun Kepolisian belum bisa menjelaskan perihal kasus seperti apa yang nantinya pelaku tersebut dapat diputuskan akan dihukum kebiri.
Karopenmas Polri Brigjen Agus Rianto mengatakan tidak ada takaran kasus -kasus mana yang nantinya dapat menjerat pelaku dalam penerapan hukuman kebiri. Termasuk bagaimana cara korban diperkosa, apakah dianiaya, dibujuk rayu, atau bahkan hingga dibunuh. Hal tersebut, kata dia, tidak dapat mengukur apakah pelaku akan dijerat oleh hikuman kebiri.
"Tidak begitu. Ada enggak di UUn-ya, jika tidak ada ya tidak bisa," ujar Agus saat dihubungi Republika.co.id di Jakarta, Jumat (14/10).
Menurut dia Kepolisian tugasnya hanyalah memberikan sangkaan dengan pasal yang sudah ada di dalam undang-undang. Sehingga apabila dalam undang-undang tersebut tidak disebutkan adanya hukuman kebiri maka tidak bisa.
"Itu semua keputusan hakim yang nanti memutuskan apa yang akan diterapkan hakim sanksinya itu. Polisi hanya menyangka kan sesuai dengan UU yang ada pasal berapa perbuatan ini diatur dalam pasal berapa, ya sanksinya itu," ujar dia.
Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Aris Merdeka Sirait bahwa dalam penerapan Perppu kebiri tersebut akan melihat ketegasan dari hakim. Apakah Hakim akan tegas sesuai atau hakim memberikan pengecualian-pengecualian.
Baca juga, KPI: Kebiri Bisa Beri Efek Jera.
"Ini bagian dari ketegasan hakim agar hakim menerapkan Perppu ini, karena hakim sudah mempunyai pegangan hukum menerapkan pidana pokoknya pada predator-predator kejahatan seksual," jelas Aris.