Senin 24 Oct 2016 14:02 WIB

BI: Korporasi Bisa Terbitkan Surat Berharga Komersial Tenor 1 Tahun

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Nur Aini
 Logo Bank  Indonesia, Bank Indonesia
Foto: Reuters/ Iqro Rinaldi
Logo Bank Indonesia, Bank Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) akan segara menerbitkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) tentang Surat Berharga Komersial (SBK) atau commercial paper. Aturan ini disiapkan guna memudahkan korporasi mencari pendanaan jangka pendek.

Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara menjelaskan, peraturan mengenai SBK di Indonesia sudah ada pada 1995, namun pada 1998, saat terjadi krisis moneter kepercayaan investor untuk membeli SBK menurun.

SBK merupakan surat berharga jangka pendek yang diterbitkan korporasi. Pelaku pasar di luar negeri, biasanya menerbitkan SBK untuk tenor 270 hari, sedangkan aturan yang akan dibuat BI berkenaan dengan penerbitan SBK dengan tenor 360 hari atau satu tahun.

"Saat ini karena kebutuhan terhadap modal kerja ada, selain dapat dari bank, korporasi juga bisa dapat dari PUAB (Pasar Uang Antar-Bank). Maka dengan adanya nanti PBI commercial paper ini, korporasi nonbank bisa dapat pendanaan jangka pendek," ujar Mirza di Gedung Bank Indonesia, Senin (24/10).

Nantinya yang menjadi investor SBK ini seperti perusahaan reksa dana, asuransi, dana pensiun, dan lembaga keuangan lainnya. Menurut Mirza, instrumen pasar uang di Indonesia masih sangat dangkal, sedangkan kebutuhan korporasi dan lembaga keuangan nonbank mencari pendanaan cukup besar. "Jadi yang masalah adalah di negeri kita ini instrumen jangka pendek tidak tersedia yang likuid. Atau yang tersedia baru sedikit," ujarnya.

Sementara itu kebutuhan modal kerja masih banyak, yakni sebanyak 30-40 persen dari Rp 4.000 triliun kredit perbankan merupakan kredit modal kerja. Selain itu, likuiditas di perbankan tidak akan cukup untuk membangun infrastruktur negeri ini, sehingga harus bergantung pada Utang Luar Negeri (ULN).

Di sisi lain, likuiditas di dalam negeri yang masih kembali ke bank sentral yakni sekitar Rp 300 triliun- 350 trilliun. Dana tersebut merupakan aset likuid bank yang tidak ditempatkan di kredit, karena diperuntukkan sebagai likuiditas untuk nasabah menarik dana atau deposito.

Pemerintah, kata Mirza, sebenarnya memanfaatkan instrumen jangka pendek yang ada. Namun, instrumen tersebut masih belum cukup. "Jadi bagi kami di BI, ironi kalau kita melihat negeri masih perlu pendanaan dari luar negeri tapi masih ada likuiditas yang kembali ke BI," kata Mirza.

Sehingga BI akan menerbitkan PBI terkait penerbitan SBK ini dalam waktu dekat. Saat ini bank sentral sedang mengkaji lebih dalam mengenai instrumen pendanaan jangka pendek ini. Diharapkan dengan adanya SBK, kebutuhan pendanaan korporasi akan terpenuhi dan pasar uang akan semakin menggeliat.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement