REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sikap kebencian yang dialamatkan kepada Islam dan kaum Muslimin (yang kini lebih populer dengan sebutan ‘Islamofobia’—Red), sebenarnya sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Pada masa tersebut, permusuhan terhadap Islam justru muncul di tengah-tengah masyarakat Arab yang notabene adalah saudara sebangsa Rasulullah sendiri.
Selama periode Makkiyah (610–622 Masehi), Nabi Muhammad SAW dan kaum Muslimin menghadapi ujian yang hebat dari kelompok kafir Makkah. Masyarakat Arab jahiliyah ketika itu melakukan perlawanan habis-habisan terhadap dakwah risalah yang dibawakan Rasulullah. Sejumlah tokoh Quraisy seperti Abu Jahal dan Abu Lahab gencar memprovokasi orang-orang Makkah untuk melakukan tindakan kekerasan terhadap Nabi dan para pengikutnya.
Sejumlah sahabat pun menjadi korban kekejaman musuh-musuh Islam. Sebut saja Ammar ibn Yasir, Khabbab ibn al-Arat, dan Bilal ibn Rabah yang disiksa dengan cara yang amat sadis oleh kaum kafir Makkah, hanya lantaran mereka gigih mempertahankan imannya.
Tidak hanya itu, Rasulullah SAW sendiri bahkan juga tak luput menjadi sasaran dari aksi kebencian orang-orang kafir Quraisy. Dalam beberapa riwayat disebutkan, Nabi SAW pernah dihina, diludahi, bahkan disakiti oleh orang-orang yang memusuhi beliau. Namun, selama berada di Makkah, semua perlakuan itu dihadapi Rasulullah dengan penuh kesabaran.
Setelah Nabi dan para sahabat hijrah ke Madinah, kaum kafir Makkah masih saja menunjukkan sikap permusuhannya terhadap Islam. Situasi semacam itu terus berlangsung selama beberapa tahun. Hingga terjadinya peristiwa Fathu Makkah (Pembebasan Kota Makkah oleh kaum Muslimin) pada 8 Hijriyah atau bertepatan dengan 630 Masehi, barulah Islam mulai diterima secara luas oleh masyarakat Arab.