REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sepeninggalnya Rasulullah, pengaruh Islam semakin berkembang hingga ke luar Jazirah Arab. Beberapa penaklukan yang berlangsung selama pemerintahan Dinasti Umayyah, Abbasiyah, dan Ottoman, memberi kontribusi besar dalam membentuk peradaban Islam di berbagai belahan dunia, termasuk Eropa.
Namun demikian, proses ekspansi di bawah dinasti-dinasti Islam itu bukannya tanpa hambatan. Sikap kebencian dan permusuhan yang mulai tumbuh di tengah-tengah masyarakat Barat, menjadi satu tantangan tersendiri yang dihadapi kaum Muslimin selama periode tersebut.
(Baca: Islamofobia Sudah Ada Sejak Zaman Rasulullah)
Ketakutan terhadap pengaruh Islam yang semakin meluas mulai tertanam di kalangan masyarakat Barat untuk pertama kalinya semasa Perang Salib (antara 1095–1291) yang melibatkan tentara Muslim dan Kristen Eropa. Pada masa-masa itu, Kekaisaran Bizantium dan Gereja Roma menggunakan propaganda sentimen anti-Islam untuk merebut Yerusalem dari tangan kaum Muslimin.
"Para sejarawan mencatat, jumlah orang Islam dan Yahudi yang terbunuh di al-Quds (Yerusalem) selama berlangsungnya Perang Salib tidak kurang dari 70 ribu jiwa,” ungkap A Said Gul dalam tulisannya, History of Islamophobia and Anti-Islamism yang dimuat the Pen Magazine (2011).
Pada masa pemerintahan Dinasti Umayyah di Andalusia (Spanyol), beberapa jenis pertikaian yang terjadi antara penduduk Kristen dan Muslim juga didasari oleh fobia terhadap Islam. Puncak dari konflik itu adalah Reconquista, yakni penaklukan kembali Semenanjung Iberia oleh kaum Kristen Eropa yang ditandai dengan runtuhnya Emirat Granada pada 1492.
Setelah runtuhnya Emirat Granada, penindasan yang dilakukan rezim Kristen terhadap penduduk Muslim meningkat di Eropa. Umat Islam yang tersisa di Andalusia diusir ke Afrika Utara atau dipaksa memeluk agama Kristen. Kebebasan mereka sebagai warga negara benar-benar juga dibatasi sejak itu.
Menurut catatan sejarah, Raja Philip III dari Spanyol mengusir 300 ribu Muslim Andalusia antara 1610 dan 1614 lewat titah yang ia keluarkan pada 22 September di 1609. Melalui praktik tersebut, rezim Barat berusaha melenyapkan semua jejak peradaban Islam yang nyata-nyata telah banyak memberikan kontribusi dalam proses pencerahan Eropa.
“Semua peristiwa yang dialami kaum Muslimin sejak Perang Salib hingga Reconquista jelas-jelas merupakan bagian dari wajah anti-Islamisme atau Islamofobia yang terus berevolusi di tengah-tengah masyarakat Barat, bahkan sampai hari ini,” ujar A Said Gul lagi.