REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian berencana menggaet mitra guna mengatasi tingginya margin harga di kalangan petani dan konsumen. Mitra tersebut bertugas memangkas rantai pasok yang menyebabkan tingginya margin harga.
Direktur Jenderal Hortikultura Spudnik Sujono mengatakan, Kelompok Tani mitra Ditjen Hortikultura atau champion tersebut akan menjadi penghubung antara petani dengan Bulog, Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), food station, maupun swasta. Dengan begitu petani tidak perlu menjual hasil panennya ke tengkulak.
"Itu sudah kami usulkan (ke Menteri Koordinator Bidang Perekonomian)," ujarnya, di Jakarta, Senin (7/11).
Kawasan hortikultura yang akan menjadi champion cabai yakni Magelang, Temanggung, Cianjur, Bandung, Garut, Lombok Timur dan Sumedang. Pada November-Desember 2016, champion akan memasok sekitar 8 hingga 10 ton per hari dengan harga maksimal Rp 22 ribu per kilogram.
"Harapan saya Bulog, PPI jual di bawah Rp 30 ribu karena dia beli dari champion (sentra) saya," kata dia.
Sementara kawasan hortikultura yang menjadi champion bawang merah berada di Brebes, Garut, Majalengka, Pati, Nganjuk, Malang, Cirebon, dan Bima. Harga jual yang dipatok Ditjen Hortikultura untuk Bulog maksimal sebesar Rp 32 ribu per kilogram. "Angka ini sesuai dengan Permendag No 63 tahun 2016," ujarnya.
Berdasarkan data Kementan per 6 November, harga rata-rata cabai rawit merah di tingkat petani sebesar Rp 30.500 per kilogram. Sementara harga di tingkat konsumen mencapai Rp 52.857. Itu artinya persentase terhadap harga petani mencapai 73,3 persen.
Harga rata-rata cabai merah besar di tingkat petani Rp 34.042 per kilogram dengan harga jual rata-rata di pasar induk Jakarta mencapai Rp 66.857 per kilogram. Selisih tinggi juga dialami komoditas bawang merah sebesar 101,3 persen dengan harga rata-rata di tingkat petani Rp 23.430 per kilogram sedangkan harga rata-rata di pasar induk mencapai Rp 47.167 per kilogram. "Artinya di petani sampai konsumen, satu sisi pemerintah amankan harga di petani, tapi di satu sisi di ritel nggak. Beratkan konsumen, ini yang terjadi," ujar dia.
Seperti diketahui, panjangnya rantai pasok disebut-sebut sebagai penyebab besarnya harga di tingkat konsumen. Kementan dan Kementerian Perdagangan telah sepakat untuk memangkas rantai pasok tersebut, juga menetapkan harga acuan pembelian di petani (harga batas bawah) dan harga acuan penjualan di konsumen (harga batas atas) yang tertuang dalam Permendag Nomor 63 Tahun 2016.