Jumat 25 Nov 2016 20:09 WIB

Pemerintah Dinilai Belum Perhatikan Hak Pekerja Rumahan

Rep: Christiyaningsih/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Pekerja memproduksi sepatu dan sandal kulit di bengkel rumahan Sentra Kerajinan Kulit Tanggulangin, Sidoarjo, Jawa Timur, Jumat (11/7).(Republika/ Yasin Habibi).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Pekerja memproduksi sepatu dan sandal kulit di bengkel rumahan Sentra Kerajinan Kulit Tanggulangin, Sidoarjo, Jawa Timur, Jumat (11/7).(Republika/ Yasin Habibi).

REPUBLIKA.CO.ID,  MALANG -- Fenomena pekerja rumahan semakin marak ditemui. Pekerja rumahan adalah pekerja subkontrak yang mengerjakan order dari perusahaan atau pemberi kerja dengan sistem lepas. Namun demikian pemerintah selama ini dinilai belum memperhatikan hak-hak pekerja rumahan. 

Koordinator Mitra Wanita Pekerja Rumahan Indonesia (MWPRI) Kota Malang Cecilia Susiloretno mengungkapkan tidak ada regulasi khusus yang mengatur hak-hak pekerja rumahan. Padahal, pekerja rumahan harus menanggung bila terjadi kerusakan atau tak sesuai pesanan. Mereka juga tak punya jaminan kesehatan dan kecelakaan kerja. 

"Pekerja rumahan tidak terikat kontrak dan hubungan kerja dengan perusahaan sebatas barang yang dikerjakan," kata Cecilia pada Jumat (25/11) dalam Workshop tentang Pekerja Rumahan di Kota Malang. 

Pekerjaan yang dijalani beragam seperti merangkai manik tasbih, membuat kok, dan lain sebagainya. Dalam beberapa kasus, mereka juga rentan terpapar bahan kimia dan bahan-bahan lainnya yang dipakai dalam pembuatan produk.