REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tanah wakaf dan aset-aset keagamaan sangat penting untuk disertifikasi. Tujuannya, agar tanah wakaf tersebut terlindungi dengan sertifikat sehingga tidak akan hilang dan dijual. Masyarakat pun diminta pro aktif untuk mensertifikasi tanah wakaf ke Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Sofyan Djalil mengatakan, program sertifikasi tanah wakaf terus berjalan karena bagian dari program sertifikasi tanah di Indonesia. kata dia, BPN sudah membuat MoU dengan berbagai lembaga keagamaan untuk program tanah wakaf dan tanah-tanah lembaga keagamaan.
"Intinya, kita ingin aset-aset keagamaan, aset-aset masyarakat disertifikatkan, sehingga tidak menimbulkan sengketa," kata Sofyan kepada Republika di Hotel Grand Sahid Jaya usai menghadiri pembukaan Rakernas II Dewan Masjid Indonesia (DMI), Senin (5/12) malam.
Dia mengatakan, tanah wakaf jumlahnya sangat banyak. Sehingga, BPN tidak bisa melakukan sendiri program sertifikasi tanah wakaf, sehingga harus ada yang pro aktif. Diharapkan, pengurus yang mengelola tanah wakaf datang ke BPN. Selanjutnya BPN akan membantu membuat sertifikatnya.
Ia menjelaskan, dengan memiliki sertifikat maka tanah wakaf akan lebih terjamin. Tujuannya agar tanah wakaf tersebut tidak sampai hilang, dijual dan rusak. Menurutnya, biasanya ketika harga tanah sudah mahal, keluarga yang mewakafkan dikhawatirkan mempersoalkan kembali tanah yang telah diwakafkan. Biasanya ada yang menarik kembali tanah wakaf. "Jadi, kalau (tanah wakaf) sudah disertifikasi oleh BPN akan lebih baik," ujarnya.
Berdasarkan data dari DMI, sekitar 40 persen tanah wakaf sudah disertifikasi. Masih ada 60 persen lagi yang belum disertifikasi. Tapi, dikatakan Sofyan, jumlah tanah wakaf terus bertambah karena banyak orang yang mewakafkan tanahnya. Sehingga, diperlukan kerjasama dengan lembaga-lembaga keagamaan untuk menjalankan program sertifikasi tanah wakaf.