Rabu 07 Dec 2016 19:34 WIB

Shalat Subuh Berjamaah Pondasi Kekuatan dan Kebersamaan

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Agung Sasongko
Cendekiawan Muslim Didin Hafidhudin memberikan tausyiah saat mengikuti silaturahmi akbar dengan tema  Doa untuk Kepemimpinan Ibukota di Masjid Istiqlal, Jakarta, Ahad (18/9). (Republika/ Raisan Al Farisi)
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Cendekiawan Muslim Didin Hafidhudin memberikan tausyiah saat mengikuti silaturahmi akbar dengan tema Doa untuk Kepemimpinan Ibukota di Masjid Istiqlal, Jakarta, Ahad (18/9). (Republika/ Raisan Al Farisi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Shalat subuh berjamaah dianjurkan karena sejumlah keutamaannya. KH Didin Hafidhuddin menyatakan, Rasulullah sudah membuktikan shalat subuh berjamaah jadi pembangun semangat.

Untuk bisa punya semangat semacam itu, lanjutnya, seseorang harus 'dipaksa' shalat subuh berjamaah. Sebab akan membawa dampak besar bagi umat. Sudah saatnya kembali ke sunnah, meski tentu ada pengorbanan yang harus dilakukan.

''Harus dipaksakan. Harus dimulai. Kan bisa sesama temah saling mengingatkan. Kalau digerakkan bersama, saya yakin ini akan membawa dampak signifikan bagi bangsa ini,'' ungkap Guru Besar IPB ini, Rabu (7/12).

Menurut Kiai Didin, perubahan negeri itu berawal dari perubahan manusianya tidak mungkin dari materi. Bagi umat, itu dibangun dari menjalankan perintah Allah SWT dan Rasul SAW. Apalagi yang terlihat sekarang justru kemerosotan moral dan kesenjangan.

Di Turki misalnya, kata Kiai Didin, masyarakat membangkitkan shalat Subuh berjamaah dan terlihatlah kebangkitan itu. ''Gerakan Shalat Subuh Berjamaah itu saya dukung. 12 Desember juga pas di hari lahir Nabi SAW. Gerakan ini tidak ada teori politik, tapi praktiknya Rasulullah dan para sahabat,'' ungkap Ustaz Didin.

Shalat subuh berjamaah adalah pondasi kekuatan dan kebersamaan. Apalagi, shalat subuh itu langsung disebut Alquran, shalat yang disaksikan malaikat. Ia mengajak umat Islam agar mengusahakan agar shalat subuh di masjid setidaknya seperti shalat Jumat.

''Saya sangat mendukung. Orang yang shalat subuh berjamaah di masjid itu orang yang tidak biasa. Bagi orang biasa, shalat subuh berjamaah ini dianggap kurang penting,'' ungkap Ustaz Didin.

Rasulullah juga menyampaikan, yang paling berat bagi orang munafik itu shalat Subuh dan Isya. Kalau orang tahu nilai shalat subuh berjamaah bahkan harus mendatangi masjid dengan merangkak, pasti akan dilakukan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement