REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Polri berencana untuk memanggil salah satu pengelola bus yang mengangkut massa untuk mengikuti aksi Bela Islam 212 awal Desember lalu. Wakil Sekjen DPP Partai Gerindra, Andre Rosiade, menilai langkah yang dilakukan aparat itu mengingatkan masyarakat dengan zaman orde baru dulu.
“Sikap represif kepolisian yang terus dan terus memanggil umat Islam hanya akan membangkitkan perlawanan rakyat, perlawanan umat Islam. Sikap represif ini mengingatkan rezim Orde Baru. Jangan sampai rezim sekarang dicap sebagai rezim Neo Orba karena ulah kepolisian. Hentikanlah sikap represif kepolisian,” kata Andre melalui siaran persnya yang diterima Republika.co.id, Senin (26/12).
Andre menilai, apa yang dilakukan polisi berbeda dengan pernyataan dan arahan yang pernah disampaikan presiden. Yakni, meminta semua pihak menjaga kesejukan, menahan diri dan menghormati sesama meski berbeda pendapat.
“Faktanya, umat Islam sudah berlaku santun, itu dibuktikan dengan 7 juta orang yang tumpah dalam Aksi Super Damai. Umat Islam menunjukkan diri taat konstitusi,” kata Andre.
Andre mengatakan, selama ini umat Islam mengambil posisi di garda terdepan merebut kemerdekaan dan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Sehinga, mustahil umat Islam menggadaikan semua itu dengan melakukan maker.
“Umat Islam menyadari sepenuhnya, makar atau penggulingan pemerintahan yang sah adalah inkonstitusional,” kata Andre.
Sebelumnya, pengelola perusahaan otobus NPM Padang Panjang, Angga bakal turut diperiksa penyidik Polda Metro Jaya terkait kasus dugaan makar. Angga bakal diperiksa di Gedung Ditreskrimum Polda Metro Jaya pada Rabu (28/12) mendatang.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Raden Parbowo Argo Yuwono mengatakan, pemeriksaan Angga untuk mengungkap kronologis pemufakatan makar tersebut. "Dia kan saksi untuk kasus makar, namanya kita memeriksa kasus makar kita kan harus tahu kronologis pemufakatan-nya. Nah salah satunya dia yang ngerti dan tahu yang ada di sumbernya sana itu makanya kita panggil," ujar Argo, Senin (26/12).