REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi Abdurrachman tidak memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat (30/12). Nurhadi dipanggil sebagai saksi kasus suap pengajuan peninjauan kembali (PK) perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
"Nurhadi diagendakan diperiksa hari ini. Namun tidak datang," juru bicara KPK, Febri Diansyah saat dikonfirmasi pada Jumat (30/12), malam.
Menurut Febri, tidak ada keterangan atas ketidakhadiran Nurhadi kali ini. Karenanya, KPK rencananya menjadwalkan pemanggilan ulang. "Tidak ada informasi yang kita terima terkait ketidakdatangan tersebut, akan kami lakukan penjadwalan ulang," ujar Febri.
KPK tengah mengembangkan kasus suap yang telah menjerat Panitera Sekretaris PN Jakpus Edy Nasution dengan vonis 5,5 tahun penjara. KPK telah menetapkan Eddy Sindoro sebagai tersangka.
Meski saat ini Eddy Sindoro diketahui masih berada di luar negeri, namun hal tersebut tak menyurutkan pemeriksaan sejumlah saksi berkaitan dengan perkara tersebut. Eddy telah berulang kali disebut-sebut terlibat dalam perkara suap yang menjerat pegawai PT Artha Pratama Anugerah, anak perusahaan Lippo Group, Doddy Aryanto Supeno kepada Edy Nasution. Hal ini berkaitan dengan pengurusan perkara sejumlah kasus perusahaan Lippo Grup di PN Jakarta Pusat.
Dalam aksinya, Eddy diduga memerintahkan Doddy untuk menyuap Edy Nasution. Doddy kemudian memberikan uang sebesar Rp150 juta kepada Edy untuk mengamankan sejumlah perkara.
Sementara, nama Nurhadi juga kerap disebut-sebut dalam persidangan Edy Nasution maupun pelaku lain yakni pegawai Lippo Group Doddy Aryanto Supeno mengenai kedekatan dengan Eddy Sindoro.
Nurhadi di persidangan juga mengaku telah kenal lama dengan Eddy Sindoro. Nurhadi dan Eddy merupakan teman semasa Sekolah Menengah Atas (SMA)1975 lalu. Nurhadi juga mengakui beberapa kali bertemu dengan Eddy Sindoro, dan tidak sedikit menyinggung perkara hukum yang dihadapi Lippo Group.