REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Inflasi Desember 2016 turun ke 3,02 persen year on year (yoy) dari 3,58 persen yoy pada November 2016. Rendahnya inflasi ini terutama akibat inflasi bulanan bahan makanan yang lebih rendah dari siklus biasanya (terutama didorong penurunan harga cabai merah, bawang merah dan tomat sayur).
Pemangkasan berbagai harga BBM (di luar Premium dan Solar) serta tarif listrik non-subsidi jelang akhir 2016 turut mendorong inflasi yang lebih rendah bahkan mampu menutupi kenaikan rutin inflasi transportasi jelang musim liburan di akhir tahun (terutama kenaikan tarif angkutan udara).
Analis Riset Samuel Sekuritas, Rangga Cipta mengatakan, inflasi pada kuartal 1 2017 diperkirakan mulai naik ke kisaran 3,30 persen yoy merespon kenaikan tarif listrik 900 VA akibat pencabutan subsidi listrik.
"Keengganan pemerintah untuk menaikkan harga BBM (Premium dan Solar) serta tarif listrik non-subsidi di kuartal 1 2017 bisa mencegah kenaikan drastis inflasi," ujar Rangga, Selasa (3/1).
Meskipun kenaikan harga minyak mentah global yang konsisten, pada suatu titik di 2017 akan mendorong inflasi barang impor untuk naik. Selain itu juga memaksa harga BBM domestik untuk menyesuaikan ke level yang lebih tinggi.
Rangga menuturkan, inflasi Desember 2016 yang 3,02 persen yoy membawa rerata inflasi sepanjang 2016 ke 3,53 persen yoy, lebih rendah dari rerata 2015 yang 6,38 persen yoy. Sementara itu, inflasi inti yang stabil di 3,07 persen dibandingkan November 2016 menandakan efek pelemahan rupiah, serta inflasi barang impor belum difaktorkan secara sempurna. Akan tetapi ke depan, kata Rangga, inflasi inti berpeluang naik.
Inflasi inti yang turun ke kisaran 3,00 persen di kuartal 4 2016 juga bisa menjadi pertanda bahwa permintaan domestik yang belum begitu kuat. Di periode yang sama PMI manufacturing Indonesia kembali menjauh dari level 50 ke kisaran 49, salah satu pertanda pertumbuhan yang terus terkontraksi.
"Di 2017 rerata inflasi diperkirakan naik hingga ke 4,3 persen yoy. Diperkirakan Inflasi akhir tahun 2017 akan berada di 4,60 persen dan 2018 5,00 persen," katanya.
Angka pertumbuhan PDB kuartal 4 2016 yang dijadwalkan rilis pada minggu pertama Februari 2017 berpeluang melambat di kisaran 4,90-5,00 persen yoy. RDG BI dijadwalkan pada 18-19 Jan17 dan BI RR rate diperkirakan tetap di 4,75 persen.
Meskipun inflasi Desember 2016 turun drastis, lanjut Rangga, ekspektasi inflasi yang masih tinggi di 2017 serta pelemahan rupiah akibat faktor eksternal akan mencegah BI yang tetap agresif mendorong kebijakan moneter longgar.