REPUBLIKA.CO.ID,DPR RI Dorong Revisi UU MK
JAKARTA -- Setelah satu hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Patrialis Akbar terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT), Dewan Perwakilan Ralyat (DPR) RI mendorong adanya revisi Undang-Undang MK. Karena MK merupakan lembaga terhormat dan mempunyai kekuasaan yang luar biasa, dimana mereka bisa merevisi UU. Sehingga Keberadaan MK harus benar-benar dijaga dari tindakan yang justru mencederai hukum. Pernyataan ini disampaikan langsung wakil ketua DPR RI, Fadli Zon.
Fadli Zon mengatakan, MK seharusnya betul-betul menjadi mahkamah yang terhormat. Mahkamah yang bebas dari korupsi, karena merupakan peradilan konstitusi terhadap judicial review dari pada yang sudah dihasilkan, tidak hanya UU, tapi juga hasil Pemilu, Pilpres dan lain-lain. "Apa yang terjadi dengan Patrialis Akbar, ini sebuah tragedi dan musibah yang besar terutama bagi MK," keluhnya, saat dijumpai di gedung DPR RI, Jakarta, Jumat (27/1).
Menurut Wakil ketua Partai Gerindra itu, diperlukan orang-orang yang tangguh dan nonpartisan untuk menjadi hakim MK. Tak hanya itu hakim MK seharusnya nonpartisan bukan berarti dari parpol. Memang boleh saja dari parpol tapi orang menganggap bukan mewakili parpol tersebut.
Kemudian ada juga orang yang tidak berpartai tapi kecenderungannya berpihak pada salah satu parpol tertentu. "Memang seharusnya MK diisi oleh orang-orang yang sudah teruji kenegarawanannya, moralitas dan integritasnya," tambahnya.
Dengan demikian dia menilai Undang-undang MK harus direvisi. Sebab institusi MK tidak bisa mendudukan dirinya sebagai lembaga yang independen, kuat dan dipercaya masyarakat, serta bersih dari korupsi. Namun apa yang terjadi pada MK akhir-akhir ini sangat memalukan. Apalagi OTT terhadap pimpinan MK sudah terjadi berulang.
Sebelumnya Ketua MK Akil Muchtar juga terjaring OTT. Namun Fadli Zon meminta kepada semua pihak harus menghormati proses hukum yang tengah berjalan.