REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi lll DPR RI, Syaiful Bahri Ruray menegaskan perlu dilakukan perubahan ulang struktural dan kultural Mahkamah Konstitusi pascatertangkapnya hakim konstitusi Patrialis Akbar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Menurutnya, kedua kalinya hakim MK terjerat oleh lembaga antirasywah, sebelumnya Akil Mochtar, harus betul-betul ditanggapi serius oleh semua pihak.
"Perlu perubahan struktural maupun kultural, kultural dalam manajemen kepemimpinan, dan kemudian stuktural artinya tidak bisa tambal sulam lagi," kata Syaiful dalam diskusi bertajuk "Korupsi di Mahkamah Konstitusi?" di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (28/1).
Menurutnya, perubahan struktural dilakukan dengan penyeragaman pola rekrutmen para hakim konstitusi, yang selama ini diusulkan oleh tiga pihak yakni Presiden, Mahkamah Agung dan DPR. Selama ini, kata dia, mekanisme proses pengusulan hakim disesuaikan dengan masing-masing lembaga.
"Perlu untuk mengikat MA, DPR, untuk presiden, cara pandang yang seragam untuk perubahan struktural terhadap MK, kalau tidak ada mekanisme rekrutmen yang seragam, masing-masing akan suka-suka," kata Anggota DPR dari Fraksi Golkar tersebut.
Ia menilai, jangan ada tawar menawar untuk melakukan evaluasi terhadap kondisi yang terjadi MK. Karena, posisi MK yang sederajat dengan konstitusi membuat perbaikan di MK mutlak dilakukan. Menurutnya, jangan sampai ketiga kalinya ada hakim MK yang semestinya menjaga konstitusi, justru menghancurkan amanat konstitusi itu sendiri.
"Kalau ini nggak dibenahi, ini melecehkan cita-cita negara ini, konstitusi. Ini bukan main-main, ini fundamental, merusak ini, sama aja membubarkan negara ini," ujarnya.
Ia menambahkan, Komisi lll DPR juga segera mengadakan rapat internal guna menentukan langkah-langkah yang diperlukan dalam waktu dekat. "Akan ada rapat internal untuk bicarakan ini, untuk fungsi kontrolnya juta, tentu kita pasti bergerak," katanya.