REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) angkat bicara terkait tudingan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan tim kuasa hukumnya, yang menyebut dirinya memesan fatwa penodaan agama kepada Ketua MUI KH Ma'ruf Amin.
SBY mengatakan, tudingan pihak Ahok memunculkan spekulasi beragam pada publik. Namun, SBY mempertanyakan tudingan pihak Ahok yang menyebut ad bukti percakapan via telpon antara dirinya dengan Kiai Ma'ruf.
"Saya ingin menyoroti, kalau percakapan saya dengan Ma'ruf Amin atau siapa saja disadap tanpa ada perintah undang-undang, itu namanya ilegal," kata SBY dalam pernyataan persnya, di Wisma Proklamasi, Menteng, Jakarta, Rabu (1/2).
Menurut SBY jika penyadapan tersebut bermotif politik itu disebut dengan political spying. Itu merupakan kejahatan yang terjadi di negara manapun. Sebab itu, SBY menginginkan keadilan atas tudingan tersebut. SBY menginginkan kebenaran diungkap terkait hal ini.
Presiden keenam Indonesia itu mengaku pernah diingatkan oleh seseorang agar berhati karena ada informasi telponnya disadap. Namun waktu itu SBY belum percaya karena merasa sebagai mantan presiden mendapatkan perlindungan.
"Saya mohon keadilan atas situasi ini," SBY menegaskan.
Sebelumnya, nama SBY muncul saat kuasa hukum Ahok melontarkan pertanyaan kepada saksi Kiai Ma'ruf. "Apakah sebelum pertemuan hari Jumat, Kamisnya ada telpon dari SBY sekitar pukul 10:16 WIB supaya diatur pertemuan dengan Paslon satu agar diterima di PBNU dan SBY juga minta segera dikeluarkan fatwa soal penodaan agama"," tanya kuasa Ahok, Humphrey Djemat kepada Kiai Ma'ruf.