REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Divisi Humas Polri Irjen Boy Rafli Amar mengatakan tidak bisa mengomentari siapa saja lembaga yang berhak melakukan penyadapan. Akan tetapi karena dirinya adalah jubir polri, maka hanya akan mengatakan penyadapan yang bisa dilakukan institusinya saja.
Menurut Boy, tidak semua Direktorat di Mabes Polri dapat melakukan penyadapan tersebut. Di antaranya pihak-pihak yang boleh melakukan hanya kaitan terorisme, tindak pidana korupsi, dan narkoba.
"Polri dalam rangka mengungkap jaringan terorisme, kasus korupsi, dan narkoba bisa melakukan digital evidence namanya," ujar Boy di Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (2/2).
Sedangkan terkait dugaan adanya penyadapan percakapan antara mantan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan KH Maruf Amin pihaknya belum bisa mengusut. Polri akan melakukan pencermatan lebih dulu dengan bergulirnya informasi dugaan penyadapan tersebut.
"Semua warga negara sama di depan hukum ya, jadi kami cermati apakah berkaitan dengan masalah hukum atau apa," kata Boy.
Belum lagi sambung Boy, informasi dugaan penyadapan yang bergulir di pengadilan itu belum tentu kebenarannya. Sehingga masih kata Boy, perlu diverifikasi ke sumber utama yang menggulirkan isu tersebut.
"Informasi itu kan belum tentu benar. Jadi sama halnya dengan kita kalau ada hoax di dunia maya itu kan kita cek dulu," terangnya.
Sedangkan terkait pihak-pihak mana saja yang bisa disadap oleh Porli, ditambahkan oleh Karopenmas Polri Brigjen Rikwanto. Bahwa mereka-mereka yang terindikasi melakukan perkara pidana dapat dilakukan penyadapan.
"Siapa yang terindikasi dong melakukan pidana itu, di mata hukum siapa saja bukan siapa orangnya," kata Rikwanto.
Penyadapan ini pun lanjut dia, bisa langsung dilakukan oleh polisi untuk mengusut suatu tindak pidana. Akan tetapi bila informasi adanya dugaan penyadapan datangnya dari masyarakat maka harus juga menyertakan bukti.
"Lapor disertai fakta dan bukti bukan dugaan-dugaan. 'Kayaknya saya disadap, yang mana yang disadap? kayaknya sih Pak, ya engga bisa gitu," jelasnya.
Namun mengenai bagaimana penyadapan dilakukan dan siapa saja yang melakukan penyadapan, pihaknya tidak bisa menjelaskan lebih lanjut. Menurut Rikwanto bahwa ini masuk dalam teknis yang dilakukan kepolisian. "Itu teknis enggak usah," kata Rikwanto.