Rabu 22 Feb 2017 12:45 WIB

Sri Mulyani Ingatkan Saham Freeport Bisa Anjlok

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nur Aini
Ladang tambang terbuka yang dikelola PT Freeport Indonesia di Grasberg, Tembagapura, Timika, Papua.
Foto: Antara
Ladang tambang terbuka yang dikelola PT Freeport Indonesia di Grasberg, Tembagapura, Timika, Papua.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani menilai, polemik yang terus berlanjut antara pemerintah dan PT Freeport Indonesia akan merugikan kedua belah pihak bila tak ada perundingan sehat. Apalagi, yang juga terkena imbasnya secara langsung adalah masyarakat Papua, di mana PTFI menjalankan roda bisnisnya.

Sri menjelaskan, pada prinsipnya pemerintah terus menyampaikan kepada PTFI suatu tawaran-tawaran kesepakatan demi menjaga keberlanjutan kegiatan ekonomi perusahaan. Meski ingin mengakomodasi kelanjutan usaha PTFI, tetapi Sri menegaskan bahwa pemerintah sama sekali tak ingin menciderai ketetapan Undang-Undang yang dengan tegas mengatur apa saja yang harus PTFI lakukan. Pemerintah, kata dia, juga memberikan waktu enam bulan kepada perusahaan asal Amerika Serikat (AS) tersebut untuk menyelesaikan perundingan terkait perubahan Kontrak Karya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dan poin-poin teknis di dalamnya.

"Kita bisa saling melihat apa fakta-fakta dalam KK, dan apa saja yang ada dalam UU Minerba dan bagaimana kita bisa sepakat menuangkannya," ujar Sri di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Rabu (22/2).

Apalagi, posisi Freeport sebagai perusahaan publik tentu membuatnya tak bisa gegabah melangkah. Sri mengingatkan, saham perusahaan bisa anjlok ketika Freeport memutuskan untuk berhenti beroperasi.