REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan menargetkan revisi Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2016 tentang Percepatan Penyelenggara Kereta Api Ringan/Light Rail Transit Terintegrasi di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi bisa selesai pekan depan. "Tadi sudah diselesaikan, cuma belum saya paraf karena masih diperiksa Pak Lambok (staf Luhut). Kalau selesai Senin, ya lanjut. Pekan depan harus selesai," katanya di Kemenko Kemaritiman Jakarta, Jumat (3/3) malam.
Revisi Perpres tersebut diperlukan lantaran dalam aturan sebelumnya disebutkan bahwa pembiayaan proyek LRT masih bersumber hanya dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Padahal, dalam kajian lanjutan, pemerintah tidak dapat menyanggupi biaya investasi proyek yang diproyeksikan mencapai hingga Rp2 7 triliun hanya untuk tahap pertama.
Oleh karena itu, pemerintah mengusulkan agar skema pembiayaan proyek digabung antara APBN dan investasi salah satu BUMN. "Itu nanti akan mixed (gabungan) antara APBN dan pendanaan dari luar," katanya. Luhut menyatakan, setelah menemukan format pembiayaan yang sesuai pihaknya akan melaporkannya kepada Presiden Joko Widodo.
Menurut dia, ada sejumlah opsi yang bisa dipilih Presiden, yakni skema tarif Rp 10 ribu dan Rp 12 ribu. "Jadi sudah beres, artinya kami sudah ketemu formatnya. Tinggal nanti kami laporkan, Presiden tinggal pilih. Apakah pakai opsi Rp 12 ribu atau Rp 10 ribu tarifnya," jelasnya.
PT Adhi Karya (Persero) Tbk akan tetap menjadi kontraktor proyek LRT Jabodebek. Sedangkan PT KAI (Persero) menjadi investor terkait dengan penyediaan dana untuk pembangunan prasarana maupun penyediaan sarana untuk pengoperasiannya. KAI akan mendapat suntikan dana pemerintah melalui penyertaan modal negara (PMN) dan public service obligation (PSO).