REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Surabaya mengungkap peredaran parfum merek Axe palsu yang diracik dari industri rumahan di kawasan Kedinding, di ibu kota Provinsi Jawa Timur itu.
"Berawal dari razia Tim Antibandit di Jembatan Merr Surabaya beberapa waktu lalu, kami mengamankan seorang berinisial M yang membawa satu kresek berisi 77 kaleng parfum bermerek Axe," ujar Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polrestabes Surabaya AKBP Shinto Silitonga di Surabaya, Selasa (21/3).
Dia mengatakan, M lantas diamankan karena tidak dapat menunjukkan nota pembelian 77 kaleng parfum bermerek Axe tersebut. "Ngakunya habis kulakan, tapi dia tidak bisa menunjukkan nota pembelian barang dagangannya itu," katanya.
Dari hasil pemeriksaan lanjutan yang dilakukan di Markas Polrestabes Surabaya, M akhirnya mengaku bahwa puluhan kaleng parfum bermerek Axe dagangannya itu adalah palsu, yang diracik sendiri di sebuah industri rumahan di kawasan Kedinding, Surabaya.
"Peraciknya berinisial Rz, saat kami datangi rumahnya di kawasan Kedinding, kita temukan sebanyak 107 kaleng bermerek Axe palsu yang sudah siap jual," ujarnya.
Rz mengaku, hanya butuh bahan-bahan minyak wangi, alkohol, dicampur gas, yang kemudian disuntikkan ke dalam kaleng bekas yang diberi label Axe palsu itu. "Kaleng-kalengnya dia beli dari pengepul barang-barang bekas seharga Rp 2.000 per biji," kata Shinto.
Rz kemudian memasarkan parfum Axe palsu hasil racikannya itu dengan membuka harga dasar Rp 10 ribu per biji. M bertindak sebagai salesnya yang menjual parfum palsu itu door to door atau ditawarkan secara perorangan seharga Rp29 ribu.
"Harga parfum Axe yang asli Rp38 ribu, saya menjualnya Rp 29 ribu," ujar M, yang mengaku biasa menjualnya di Taman Bungkul Surabaya sejak dua bulan terakhir.
Rz juga mengaku baru meracik parfum Axe palsu itu selama dua bulan. Keuntungan yang diraup bisa mencapai Rp 6,4 juta per bulan. Polisi menjerat keduanya dengan pasal 196 dan 197 Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan pasal 62 UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. "Kedua tersangka terancam hukuman pidana minimal delapan tahun penjara," kata Shinto.