Rabu 29 Mar 2017 18:55 WIB

BPPT Sebut Hujan Es Kemarin Masih tidak Berbahaya

Rep: Kabul Astuti/ Red: Indira Rezkisari
Ilustrasi Hujan Es
Foto: Foto : MgRol_94
Ilustrasi Hujan Es

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fenomena hujan es melanda beberapa wilayah di Jakarta, Selasa (28/3). Kepala Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BBTMC-BPPT), Tri Handoko Seto menjelaskan, hujan es yang terjadi di Indonesia belum membahayakan karena ukuran diameter butir esnya masih pada kisaran 1-2 cm.

Seto menjelaskan secara prinsip meteorologi, hujan es dihasilkan oleh awan yang tinggi puncaknya melebihi titik beku (freezing level) sehingga di bagian atas suhunya lebih rendah dari nol derajat Celcius. Awan tersebut punya peluang sangat besar memproduksi es.

Jika dalam awan tersebut terdapat inti es, es dapat terbentuk dari udara super dingin yang mengalami pengintian atau nukleasi es. Ketika sudah cukup waktunya untuk terjadi hujan, tutur Seto, butiran atau gumpalan es juga akan jatuh ke permukaan bumi.

"Jika kondisi udara di bawah awan cukup lembab dan dingin, maka butiran atau gumpalan es tersebut akan tetap menjadi es sampai permukaan bumi. Tetapi jika kondisi udara di bawah awan tidak cukup lembab dan dingin maka butiran atau gumpalan es akan mencair sehingga terjadi hujan air saja," ujar Seto, Rabu (29/3).

Semakin tinggi puncak awan dan semakin banyak inti es, Seto menjelaskan, es yang terbentuk akan makin banyak. Meski perkembangan teknologi terbaru memperlihatkan bahwa inti es yang kelewat banyak justru menghambat proses pengintian.

Pada masa peralihan, Seto menguraikan, biasanya terjadi pembentukan awan secara konvektif di mana massa udara basah terangkat ke atas dan terbentuk awan sampai puncaknya melebihi freezing level. Pada saat itu terjadilah proses pengintian es sehingga bagian atas awan tersebut banyak mengandung es.  

Seto menerangkan kecepatan es saat turun hujan es, justru sedikit lebih lambat dari kecepatan turunnya air hujan. Hanya saja, momentumnya bisa sekitar lima kali hujan air. Biasanya daerah yang dekat dengan pantai dan atau gunung akan berpeluang lebih besar terjadi hujan es jika terdapat aktivitas konveksi yang hebat.

Seto menyatakan, fenomena hujan es tidak menggambarkan fenomena yang spesifik, kecuali adanya fenomena pertumbuhan awan konvektif yang masif dan kuatnya suplai massa udara sangat basah. Menurut Seto, yang berbahaya dari hujan es di Indonesia justru bukan esnya, tetapi anginnya yang biasanya kencang.

Ia menegaskan bahwa hujan es yang terjadi belum membahayakan. Kondisinya berbeda dengan hujan es di daerah lintang tengah atau lintang tinggi yang diameter butiran es bisa di atas 10 cm dan dapat merusak tanaman bahkan properti. Karena itu, lanjut Seto, di daerah lintang tengah atau lintang tinggi sering dilakukan teknologi modifikasi cuaca untuk mengurangi hujan es.

"Waspada iya tetap perlu, tetapi jangan takut berlebihan. Ini berbeda dengan hujan es di daerah lintang tengah atau lintang tinggi di mana diameter butiran es bisa di atas 10 cm, yang berpotensi merusak tanaman," kata Seto.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement