REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Kantor Hak Asasi Manusia PBB untuk Asia Tenggara (OHCHR) mendesak Pemerintah Thailand mengakhiri penahanan sewenang-wenang terhadap sejumlah aktivis politik. Selain itu, ada enam orang yang juga ditahan karena dituding mengkiritk pejabat berwenang di negara itu.
OHCHR menunjukkan penangkapan seorang aktivis bernama Danai Tibsuya, serta seorang pengacara HAM Prawet Prapanukul pada 29 April lalu. Keduanya disebut telah mengkritik Raja Thailand melalui jejaring sosial Facebook.
Beberapa waktu lalu, Divisi Penindakan Kejahatan Teknologi Polisi Kerajaan Thailand menggelar konferensi pers yang menunjukkan dua aktivis dan empat orang terlibat pelanggaran. Namun, OHCHR mengatakan bahwa diantara mereka tidak ada satu pun yang mendapat akses pengacara atau perwakilan hukum, serta bertemu dengan keluarga.
"Tidak ada satu pun aktivis yang diberikan akses terhadap bantuan hukum sesuai dengan hak mereka dan kami khawatir karena lokasi penahanan mereka tidak diungkapkan segera," ujar OHCHR, dilansir Asian Correspondent, Jumat (5/5).
Selama ini, Thailand menerapkan hukum Lese Majeste yang membuat segala bentuk penghinaan terhadap anggota Kerajaan Thailand, termasuk pewaris dapat dikenakan hukuman penjara maksimal 15 tahun. Kasus yang berkaitan dengan pelanggaran ini disebut meningkat setelah kematian Raja Bhumibol Adulyadej pada 2016.
Namun, beberapa pihak mengatakan sejak militer melakukan kudeta dan mengambil alih pemerintahan Thailand pada 2014 lalu, banyak aktivis yang dikaitkan sebagai pelanggar Lese Majeste. Tak sedikit yang menilai hal itu menjadi upaya sewenang-wenang untuk menindak mereka.
OHCHR juga mencatat pada Maret lalu semakin banyak individu yang ditangkap dan ditahan di tempat-tempat yang tidak diketahui. Diperkirakan ada lebih dari 70 aktivis yang juga tak diketahui apakah mereka menjalani proses hukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku.