REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Sebuah akademi polisi di Thailand akan melarang perempuan untuk mendaftar sebagai anggota kepolisian. Larangan ini dinilai bentuk diskriminasi gender.
Seperti dilansir The Guardian, Rabu (5/9), The Royal Police Cadet Academy (RPCA), yang terletak di pinggiran barat Bangkok, menerima sekitar 300 pendaftar setiap tahunnya. Tetapi mulai 2019 RPCA hanya akan menerima pelamar pria.
Worawut Sripakhon, seorang kapten RPCA, tidak memberikan penjelasan lebih rinci terkait aturan baru itu. "Ini adalah kebijakan. Kami tidak diizinkan memberikan informasi lebih banyak dari itu," katanya.
Direktur kelompok Hak Asasi Manusia (HAM) Women and Men Progressive Movement, Jadet Chaowilai mengatakan, keputusan akademi yang menerima lebih sedikit petugas perempuan bisa memiliki konsekuensi serius bagi korban penyerangan wanita.
Di bawah hukum Thaiand korban pemerkosaan perempuan harus diwawancarai oleh petugas perempuan. Tetapi menurut UN Women, 90 persen kasus perkosaan di negara itu tidak dilaporkan.
"Ini adalah langkah yang sangat terbelakang untuk hak-hak wanita dan keselamatan wanita di Thailand. Korban mungkin merasa malu atau enggan berbicara dengan petugas laki-laki," kata Chaowilai kepada Thomson Reuters Foundation.
Sampai 2009, perempuan hanya bekerja di kantor dan mendukung peran di kepolisian Thailand. Lalu mereka mulai diizinkan untuk berlatih sebagai petugas kepolisian untuk pertama kalinya. Sejak saat itu sekitar 700 wanita telah lulus sebagai petugas dari RPCA, yang berusia lebih dari 100 tahun.
Direktur kelompok HAM Foundation for Women, Usa Lerdsrisuntad mengatakan larangan itu adalah diskriminasi gender. "Sudah ada terlalu sedikit petugas polisi wanita, dan sekarang aturan ini akan semakin mengurangi angka-angka itu," katanya
Perempuan dapat menjadi petugas polisi melalui akademi lain di Thailand menyusul pelarangan RPCA. Tetapi langkah ini dilihat secara luas sebagai aturan terbaru dalam perekrutan polisi yang menyoroti gender.
Tahun ini Kantor Polisi Kerajaan Thailand (RTPO) mengumumkan rencana untuk hanya menerima pelamar laki-laki. Menurut RTPO kebanyakan perempuan berhenti dari pekerjaan ini karena kesibukan di keluarganya. Kelompok-kelompok HAM menuduh RTPO melanggar Undang-Undang Kesetaraan Gender Thailand.