REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan (PSPK) Universitas Padjadjaran, Muradi, mengatakan, keputusan pemerintah untuk membubarkan ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) sudah tepat dan perlu diapresiasi. Namun, sebagai negara demokratis, kata dia, langkah pembubaran dan larangan HTI ini harus diuji dalam peradilan yang adil.
Muradi mengatakan, pemerintah harus bersikap adil dengan tetap memberikan 'hak jawab' bagi HTI untuk menjelaskan posisi kelembagaan mereka dalam proses peradilan yang terbuka. “Dari situ putusan pengadilan akan dapat bersifat tetap bagi pelarangan dan pembubaran HTI tanpa harus mencederai esensi demokrasi, khususnya hak publik dalam berkumpul dan berserikat, yang mana dalam konstitusi juga secara tegas diatur,” kata Muradi, Senin (8/5).
Menurut dia, hal ini penting agar pemerintah tetap menghormati hak publik dalam berserikat. Dia juga beranggapan, kalaupun HTI tidak sejalan dengan hakikat NKRI dan Pancasila, hal tersebut harus tetap dibuktikan dalam pengadilan yang adil.
Pemerintah, kata dia, juga harus mereview sejumlah lembaga yang didirikan dengam basis ideologi yang anti-Pancasila dan mempertanyakan hakikat bernegara, seperti sejumlah ormas lain yang teridentifikasi anti-NKRI dan anti-Pancasila. Dia menganggap hal ini penting agar publik memiliki panduan dan pijakan dalam memosisikan diri terkait dinamika kemasyarakatan yang selama ini berlangsung.
“Sehingga dengan begitu, langkah ini menjadi komprehensif dan tidak tebang pilih. Termasuk di dalamnya mengkaji betul penggunaan rumah ibadah untuk kegiatan politik,” kata dia.