Senin 15 May 2017 08:32 WIB

Keabsahan Majelis Penyelamat PPP Dipertanyakan

Rep: Ali Mansur/ Red: Bilal Ramadhan
Anggot Komisi III DPR Arsul Sani.
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Anggot Komisi III DPR Arsul Sani.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dualisme kepemimpinan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) tak kunjung selesai. Bahkan hingga tahun ketiga sejak konflik itu terjadi kedua belah pihak, kubu Romahurmuziy (Romi) dan Djan Faridz tidak ada yang ingin mengalah.

Keduanya bersikukuh mengklaim masing-masing yang paling sah. Untuk menyelesaikan dualisme kepemimpinan itu, sejumlah internal dan juga eksternal partai membentuk Majelis Penyelamat Partai Persatuan Pembangunan (MP-PPP).

Namun pembentukan MP-PPP yang digadang-gadang bakal menjadi jalan islah kedua kubu dipertanyakan oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) PPP versi Romi, Arsul Sani. Apalagi pembentukan MP-PPP itu juga diinisiasi oleh eksternal. Salah satunya adalah Ketua Umum Persaudaraan Muslimin Indonesia, Usamah Hisyam.

Menurut Arsul kedudukan Usamah sebagai Ketua Umum Parmusi, organisasi itu telah menyatakan membebaskan anggotanya untuk menyalurkan aspirasi politik ke Partai Politik (Parpol) manapun.

"Seperti kita ketahui Usamah pernah menjadi Ketua DPD Partai Demokrat Banten, kemudian ke Nasdem dan belum pernah tercatat di daftar keanggotaan menjadi anggota kembali di PPP," kata Arsul Sani saat dhubungi melalui pesan singkat, Ahad (14/5).

Kemudian salah satu kegiatan MP-PPP adalah Musyawarah Nasional (Munas) ulama untuk menyelesaikan konflik dan menyelamatkan partai. Nantinya dalam Munas itu, pihaknya akan menampung segala pandangan-pandangan para ulama, termasuk permintaan diadakannya Mukhtamar Luar Biasa.

Namun bagi Arsul, Mukhtamar Luar Biasa tidaklah mudah dan sudah diatur dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PPP. "Hanya bisa diselenggarakan jika ada permintaan minimal 2/3 DPW dan 2/3 DPC PPP seluruh Indonesia," terang Arsul.

Justru, Arsul mengatakan lebih baik pihak terkait tersebut meminta DPP untuk menyelenggarakan Munas Ulama. Forum Munas ini memang ada di AD/ART dan menjadi kewajiban DPP untuk menyelenggarakannya.

Namun kalau untuk menyelenggarakan bukan mereka yang bisa merepresentasikan DPP, maka legalitasnya menjadi tidak jelas. Arsul memberikan contoh, untuk menyelenggarakan kegiatan seperti itu harus melakukan pemberitahuan kepada Polri.

"Lah kalau sebuah kegiatan nasional terkait PPP tapi bukan DPP yang jadi penanggung jawab dan penyelenggaranya lalu atas dasar apa legalitas mereka mengatasnamakan PPP," tegas Arsul.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement