REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Indonesia mempertanyakan argumentasi DPR yang menyebut penambahan kursi DPR tidak akan membebani keuangan negara. Direktur Kopel Indonesia, Syamsuddin Alimsyah mengatakan, DPR seolah lupa dengan sistem penggajian yang berlaku selama ini dihitung secara baku sesuai dengan jumlah individu anggota DPR. Juga dihitung sesuai dengan jabatan yang melekat dalam setiap individu anggota DPR.
"Itu artinya, nilai belanja berupa gaji, tunjangan dan keprotokoleran termasuk operasional kegiatan yang akan dialokasikan dalam setiap tahun APBN harus dihitung berdasarkan jumlah anggota DPR yang akan dilayani. Bukan sebaliknya, nilai APBN yang ditetapkan lebih awal untuk dibagi rata bagi setiap anggota DPR. APBN tidak bisa dikalkulasi seperti membagi kue dalam satu piring yang harus sama rata sama rasa," kata Syamsuddin, Selasa (30/5).
Syamsuddin menjelaskan, seharusnya yang dilakukan DPR sekarang ini adalah menata kembali sistem perhitungan jumlah anggota DPR yang selama ini memang ada banyak kekeliruan. Bila mengacu pada isu refresentasi keterwakilan jumlah penduduk, maka beberapa daerah sebenarnya yang sistem perhitungannya melebihi jumlah kursi seperti Sulawesi selatan. Sebaliknya Provinsi Jawa Barat justru mengalami kekurangan.
Oleh karenanya, Syamsuddin mengatakan, penataan ini dengan merapikan kembali daerah yang berlebih harus dikurangi dan mengalihkan ke daerah yang kurang selama ini. Juga daerah pemekaran seperti Kaltar, sejatinya mengambil kursi dari daerah induk sesuai dengan perhitungan jumlah penduduknya.
"Bukan sebaliknya mengambil jalan pintar dengan menambah lagi jumlah kursi karena tidak akan pernah menyelesaikan persoalan dan pasti membebani APBN," tuturnya.
Dia mengatakan, selama ini seorang wakil rakyat akan membawa pulang duit ke rumah minimal Rp 54,5 juta. Angka ini belum termasuk dana operasional listrik, tambahan tunjangan beras, bahkan dana reses yang mencapai Rp 150 juta sekali reses dengan jumlah lima kali dalam setahun.
Beban lain juga adalah setiap anggota akan dilengkapi tenaga ahli dan asisten pribadi yang semuanya akan dibayarkan oleh uang negara. "Sehingga setiap kali penambahan anggota akan berimpilikasi pada penambahan beban keuangan negara," tambahnya.
(Baca Juga: Penambahan Kursi Tunjukkan Kepekaan Sosial DPR Rendah)