REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) berharap pelibatan Badan Nasional Penanggulangan Teronisme (BNPT) di lingkungan kampus tidak akan mengekang kelompok kritis. Ketua Umum PP KAMMI, Kartina Nur Rakhman mengatakan, terorisme merupakan isu yang harus disikapi hati-hati. Sebab, isu itu mudah dijadikan alat politik untuk membungkam kelompok tertentu.
"Pertama, harus berhati-hati isu terorisme, rawan jadi alat politik untuk memukul kelompok kritik," kata dia saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (1/6).
Rakhman mengatakan, KAMMI tidak pernah setuju dengan ideologi terorisme yang banyak mengorbankan orang tak bersalah. Pun kampus, ia mengatakan, merupakan tempat untuk mencari ilmu, membangun cara berpikir ilmiah. Sehingga, apabila kampus dikaitkan dengan terorisme, maka ada sesuatu yang tidak netral.
"Di kampus kita diajarkan iklimnya iklim kritis, tapi kemudian kenapa dianggap kampus jadi sarang terorisme?" ujarnya.
Rakhman khawatir, isu ideologi redikalisme hanya menjadi alat politik untuk memukul kelompok kritis tertentu. Selain itu, menurutnya definisi terorisme masih perlu diperdalam dan diperjelas. "Secara dasar, kampus universal mendidik anaknya untuk berpikir kritis, rasa-rasanya bukan habitatnya tumbuh teorisme," ujar dia.
Juru Bicara BNPT, Irfan Idris mengatakan, ada saran Forum Rektor agar BNPT dapat melakukan upaya deradikalisasi ke kampus-kampus. Tak hanya upaya ke mahasiswa, BNPT juga, kata Irfan, akan siap berdiskusi dengan para rektor. Yang bisa dilakukan BNPT di antaranya mengisi materi tentang radikalisme dan terorisme saat penerimaan mahasiswa baru.
"Kalau forum rektor buat acara, saya siap bicara. Banyak hal yang bisa dilaksanakan," kata Irfan.
Irfan menyebutkan pada 2014 Direktorat Deradikalidasi BNPT sudah mulai masuk pada banyak kampus, tetapi belum maksimal. Upaya deradikalisasi itu sempay dilakukan melalui sosialisasi bagi civitas akademika.
Sebelumnya, Irfan menjelaskan telah lama mendeteksi sejumlah Ormas yang bersinggungan dengan kelompok radikal dan jaringan terorisme. Beberapa ormas disebutnya memang berpotensi terlibat secara aktif dengan kelompok radikal karena menolak negara kesatuan dan Pancasila.