Selasa 13 Jun 2017 14:23 WIB

Singapura Tahan Seorang Perempuan Terkait ISIS

Singapura
Singapura

REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Pemerintah Singapura pada Senin (12/6) mengatakan telah menahan seorang wanita pengasuh anak-anak, yang dicurigai mencoba bergabung dengan ISIS dan mencari suami dari kalangan petempur di Suriah.

Wanita tersebut ditahan berdasarkan undang-undang keras keamanan, yang memungkinkan penahanan tanpa pengadilan.

Penahanan pertama wanita Singapura yang dicurigai terkait kelompok ISIS itu muncul saat kekhawatiran berkembang akan penyebaran pengaruh ISIS di kawasan tersebut.

Singapura dan negara tetangganya baru-baru ini memulai kerjasama intelijen untuk membendung gerakan garis keras melintasi perbatasan mereka. Singapura pada tahun lalu menegaskan membidik kelompok garis keras dan mendesak masyarakat waspada.

"Tersangka, Syaikhah Izzah Zahrah Al Ansari, 22 tahun, ditahan pada bulan ini karena berniat pergi ke Suriah untuk bergabung dengan ISIS bersama anaknya," kata Kementerian Dalam Negeri Singapura dalam pernyataan resmi seperti dilansir Reuters.

"Dia mendukung penggunaan kekerasan oleh ISIS untuk membentuk dan membela diri dengan menyatakan 'khalifah', dan bercita-cita untuk tinggal di disana," kata Kementerian Dalam Negeri menambahkan.

Izzah, pekerja kontrak di sebuah pusat perawatan bayi, mulai terlibat radikalisasi pada awal 2013 melalui propaganda berjaringan dengan penghubung dari ISIS dan dia berbagi bahan pro-ISIS di media sosial.

Dia juga mencari seorang suami petempur di Suriah, kata kementerian tersebut, pernyataan itu menambahkan bahwa keluarganya telah mencoba untuk membujuknya mengurungkan niat dari rencananya tapi ia tidak menyerah, dan bahkan telah menentang mereka.

"Dia mengatakan bahwa sejak 2015, dia mencari seorang Salafi atau seorang pendukung ISIS untuk menikah dan tinggal bersama dia dan anaknya di Suriah," kata kementerian tersebut.

"Dia mengatakan bahwa akan mendukung suaminya jika ia memperjuangkan ISIS di Suriah karena dia percaya akan menuai pahala jika sang suami meninggal dalam pertempuran. Dengan statusnya sebagai seorang janda martir, dia merasa dapat dengan mudah menikahi seorang petempur ISIS lainnya di Suriah," tambah pernyataan itu.

Kedua orang tuanya merupakan guru mengaji, dan saudara perempuannya mulai mengetahui pemikiran radikalnya pada 2015.

Setelah dia diselidiki, bukti penting dihancurkan oleh anggota keluarga yang berkaitan dengan rencananya untuk bergabung dengan kelompok ISIS, untuk mencoba menutupi tindakannya itu.

"Mereka mencoba sendiri untuk mencegahnya namun gagal," ujar pihak Kementerian Dalam Negeri.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement