REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah resmi menetapkan Ketua DPR RI , Setya Novanto menjadi tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan KTP-elektronik. Setnov panggilan akrab politisi Golkar tersebut diduga telah menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 2,3 triliun dari proyek Rp 5,9 triliun. KPK memastikan sudah mengantongi dua alat bukti.
Ketua KPK, Agus Rahardjo menyatakan, pihaknya tak mempermasalahkan jika Setnov mengajukan gugatan praperadilan. Menurutnya, KPK selalu siap menghadapi gugatan tersebut. "Tidak ada kata untuk menolak, kalau harus kita hadapi nanti kita hadapi," kata Agus di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (17/7).
Juru bicara KPK, Febri Diansyah juga mengungkapkan hal yang sama. Ia mempersilakan Setnov untuk menggugat penetapan tersangka kasus korupsi KTP-el. Menurutnya, gugatan praperadilan merupakan hak setiap warga negara. "Tentu hak setiap orang ajukan praperadilan. Silakan saja," katanya.
Febri menegaskan, KPK akan siap menghadapi gugatan praperadilan jika diajukan sesuai dengan hukum acara yang berlaku. KPK pun percaya akan independensi kekuasaan kehakiman dalam memutus gugatan praperadilan secara adil dan tidak terpengaruh pihak manapun.
"Kami akan hadapi sesuai hukum acara yang berlaku. Sama seperti pihak lain yang kalau ada gugatan tentu kami jawab. Kami percaya indipendensi kekuasan kehakiman. Publik sama-sama melihat KPK dan institusi pengadilan untuk kawal perkara ini. Kita berangkat MA dan jajarannya akan berangkat dan bertindak seadil-adilnya," katanya.
Sebelum menetapkan Setnov sebagai tersangka, penyidik KPK memeriksa Setnov pada Jumat (14/7). Setnov disangka melanggar Pasal 3 atau Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.