Kamis 20 Jul 2017 21:12 WIB

Ingin Metode Kuota Hare di RUU Pemilu, Fraksi PAN Pilih Jalan Tengah

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Bayu Hermawan
Wakil Ketua Pansus RUU Pemilu Yandri Susanto.
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Wakil Ketua Pansus RUU Pemilu Yandri Susanto.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) belum juga menentukan sikap apakah bergabung dengan kubu partai pendukung pemerintah terkait besaran presidential threshold 20-25 persen atau fraksi-fraksi Parpol pendukung nol persen. Sekretaris Fraksi PAN Yandri Susanto mengungkap fraksinya masih pada sikap untuk mengambil opsi jalan tengah yakni 10-15 persen.

"Belum-belum (putuskan sikap). Kita masih nawarkan jalan tengah antara 20 atau nol persen kita tawarkan 10-15. Artinya paket C kita tawarkan," ujar Yandri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Kamis (20/7).

Menurutnya, meski telah dilakukan lobi-lobi antara fraksi-fraksi, konfigurasi peta paket lima isu krusial RUU masih berformat 6-3-1, yakni enam fraksi mendukung 20-25 persen, tiga fraksi pendukung nol persen, dan PAN tetap di angka jalan tengah.

Namun Yandri mengungkap belum juga bergesernya sikap PAN lantaran fraksinya lebih menitikberatkan kepada isu metode konversi suara kuota hare. Diketahui paket A pilihan koalisi pendukung pemerintah berisi metode saint lague murni.

"Kami sebenarnya kuota hare jadi ikon kami. Makanya kami sempat usulkan bisa enggak di paket A kuota hare. Tapi mereka tolak karena sudah paket," ujar Yandri.

Yandri beralasan, hal ini karena kursi DPR, DPRD hinga tingkat kabupaten kota dari PAN akan berkurang jika menggunakan metode konversi metode sainta lague murni. Hal ini juga akan berimbas ke beberapa partai lainnya

"Ada beberapa tempat yang hilang enggak sampai kalau empat. Tapi kan imbasnya bukan hanya DPR RI, DPRD kabupaten/kota, provinsi. Partai lain juga banyak yang kena akibat dari perubahan sistem itu," ungkapnya.

Sehingga dengan demikian, dengan mengesampingkan koalisi partai pemerintah, kecenderungan fraksi PAN justru merapat ke pilihan paket B bersama Gerindra, Demokrat dan PKS.

"Kalau itu enggak ketemu, saya pribadi berpendapat pengennya opsi B," ujarnya.

Yandri juga mengungkap kemungkinan opsi penundaan sebagaimana yang berkembang di lobi rapat paripurna. Hal ini karena sejumlah fraksi masih menginginkan musyawarah mufakat tercapai.

"Karena mufakat jauh lebih sehat sebetulnya. Jadi bisa hari ini, bisa ditunda. Pansus pemilu juga dari April molor sampe akhir Juli kan," ujarnya.

Sementara PKB diketahui hingga rapat paripurna belum dimulai sudah merapat dengan lima fraksi koalisi partai pendukung pemerintah untuk opsi paket A.

"Ada enam fraksi (Golkar, PDIP, Nasdem, Hanura, PPP, dan PKB) opsi A dan tiga fraksi (PKS, Gerindra, Demokrat) opsi B dan satu (PAN) belum menentukan pilihan. Ini kan masih dalam tahapan mencari musyawarah mufakat untuk menghindari voting," ujar Ketua Pansus RUU Pemilu Lukman Edi.

Hingga kini, sebanyak enam fraksi yaitu PDIP, Golkar, PKB, PPP, NasDem dan Hanura sudah sepakat terhadap opsi paket A. Sedangkan Gerindra, PKS dan Demokrat berkukuh dengan opsi paket B. Sementara PAN memilih jalan tengah dengan opsi C.

Adapun peta ketiga opsi yang mengerucut pada malam ini yaitu:

1. Paket A

- Ambang batas presiden: 20/25 persen

- Ambang batas parlemen: 4 persen

- Sistem pemilu: terbuka

- Besaran kursi: 3-10

- Konversi suara: sainte lague murni

2. Paket B

- Ambang batas presiden: 0 persen

- Ambang batas parlemen: 4 persen

- Sistem pemilu: terbuka

- Besaran kursi: 3-10

- Konversi suara: kuota hare

3. Paket C

- Ambang batas presiden: 10/15 persen

- Ambang batas parlemen: 4 persen

- Sistem pemilu: terbuka

- Besaran kursi: 3-10

- Konversi suara: kuota hare

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement